REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga masa sidang kelima 2016-2017 dimulai, Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu belum juga menyelesaikan tugasnya. Akibatnya Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang harusnya selesai pada akhir bulan Mei ini, belum juga disahkan. Padahal sebelumnyanya RUU Pemilu ini ditargetkan rampung pada bulan April lalu.
Menanggapi hal itu, anggota Pansus Pemilu Johnny G Plate mengatakan tidak terburu-buru dalam menyusun RUU Pemilu. Pansus lebih mementingkan substansi RUU Pemilu tersebut dibanding memaksakan untuk selesai secepatnya. Namun, kata Johnny, pihaknya berupaya untuk selesai pada tenggat waktu bulan Mei ini.
Saat ini RUU Pemilu masih dibahas oleh tim perumus dan sinkronisasi. "Ini bukan soal bulan Mei selesai, ini soal substansi. Yang penting itu bisa selesai atau tidak. Agar juga memperhatikan jadwal Pemilu tidak terganggu. Kalau buru-buru bisa jadi juga tapi undang-undang yang lemah dan substansinya tidak kuat, lalu buat apa hasilnya," tegas Politikus Partai Nasdem, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jumat (19/5).
Menurutnya ada sejumlah isu krusial yang sampai sekarang belum sepakat antar fraksi. Di antaranya adalah mengenai Sistem Pemilu itu sendiri. Johnny menyatakan, Nasdem menolak sistem terbuka terbatas. Karena bagi pihaknya, sistem tersebut sama saja dengan Sistem Tertutup. Artinya, jelasnya, Sistem Terbuka terbatas itu sama saja dengan tertutup, yaitu mengingkari kedaulatan rakyat yang sudah diberikan pada pemilu sebelumnya.
"Pemilu lalu Sistem Terbuka, berarti hak kedaulatan sudah diserahka ke rakyat. Kalau nanti dalam Undang-Undangnya sistemnya terbuka terbatas, itu menarik lagi hak kedaulatan," tambahnya.
Di samping itu, Sistem Terbuka juga sudah dikenal dan dipahami oleh rakyat. Kemudian jika itu ditarik kembali maka legitimasi Pemilu akan terganggu. Terus, Sistem Pemilu Terbuka ini akan membantu kerja sama tim pada partai yang bersangkutan. Calonnya pun akan saling bekerjasama untuk mendukung dan memenangkan pemilu, baik itu partai maupun anggotanya.
Sedangkan Sistem Tertutup, maka menyerahkan sepenuhnya kepada kewenangan partai. Sehingga akan berdampak pada tidak terjalinnya kerja sama antar calon. Bahkan antara calon yang satu dengan yang lain dalam satu partai bakal berlomba, serta saling menganggu.
"Tentu ini akan memengaruhi keseluruhan proses pemilihan umum. Persaingan tidak saja dengan partai yang lain, tapi persaingan saling menjatuhkan antara calon dalam satu partai. Kami khawatir itu," tutup Anggota Komisi XI DPR RI.