REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Televisi pemerintah Iran mengumumkan Presiden Iran Hassan Rouhani terpilih kembali menjadi presiden dalam pemilihan presiden, Jumat (19/5) waktu setempat. Rouhani mendapatkan 22,8 juta suara, sedangkan rival kuatnya Ebrahim Raisi memperoleh 15,5 suara dari total 38,9 juta suara yang masuk. Namun, menurut Kementerian Dalam Negeri, yang dikutip Sky News, Sabtu (20/5), masih ada surat suara yang harus dihitung.
Meskipun kekuasaan presiden terpilih dibatasi oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei yang tidak suka kepadanya, skala kemenangan Rouhani memberi mandat reformasi yang kuat. Media Iran menduga Raisi yang didukung Khamenei itu akan menjadi penerus potensial pemimpin tertinggi berusia 77 tahun yang telah berkuasa sejak 1989 tersebut.
Perjanjian nuklir yang dilakukan pemerintahan Rouhani pada 2015 mencapai kekuatan global. Di mana sebagian besar sanksi internasional telah dicabut dengan imbalan Iran akan membatasi program nuklirnya, dan sekarang cenderung tetap aman. Dan hasil ini juga berpengaruh terhadap Garda Revolusi, kekuatan keamanan kuat yang mengendalikan kerajaan industri yang luas di Iran.
Namun Rouhani masih menghadapi pembatasan yang sama terhadap kemampuannya untuk membuat perubahan sosial yang substansial di Iran pada masa jabatan pertamanya. Serupa dengan kegagalan usaha reformasi yang dilakukan pendahulunya Mohammad Khatami. Hal itu karena pemimpin tertinggi memiliki wewenang untuk memveto semua kebijakan dan kontrol tertinggi pasukan keamanan.