REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat internasional Standart & Poor's (S&P) akhirnya memberikan peringkat layak investasi (investment grade) untuk Indonesia. Dengan begitu, diharapkan bisa mengundang investor lebih banyak lagi.
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, pengaruh peringkat S&P kemungkinan hanya sementara. Meski begitu, menurutnya pergerakan bursa dan kurs rupiah cukup positif karena persepsi pasar pun baik.
"Kalau dilihat per closing pada Jumat (19/5), imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun malah naik, tapi bisa saja yield turun atau harga naik minggu depan," jelasnya kepada Republika, Ahad (21/5).
Ia mengatakan, rating S&P bersifat terbatas dan berjangka pendek karena lembaga pemeringkat lain sudah lama memberikan investment grade kepada Indonesia. Meski begitu, Eric menambahkan, rating tersebut bisa memengaruhi Surat Berharga Negara (SBN).
"Bisa saja mendorong demand terhadap SBN pemerintah sehingga akan menyebabkan capital inflow dan memperkuat rupiah karena alokasi funding oleh investor global bertambah," tuturnya.
Hanya saja, katanya, capital inflows yang terjadi tidak akan sebesar pada 2008-2010 saat yield SBN masih dua digit atau price relatif lebih murah daripada saat ini. Apalagi, tahun ini yield surat utang Amerika Serikat (US treasury) kemungkinan naik karena suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) juga akan naik.
"Dengan begitu, arus dana investor ke emerging market juga tidak keras. Hal itu karena sebagian dialokasikan lagi ke US treasury," jelas Eric. Namun, ia menambahkan, sampai Jumat lalu belum terlihat pengaruh rating S&P ke SBN.