REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Kabupaten Kuningan mendeklarasikan diri sebagai Kabupaten Angklung. Hal tersebut ditandai dengan pembunyian ribuang angklung yang dimainkan oleh 5.000 guru di Pandapa Paramarta, Kompleks Stadion Mashud Wisnusaputra, Kuningan, Ahad (21/5) kemarin.
Acara tersebut dikemas dalam pentas "Orkestra Gelar Budaya Angklung 2017" yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan.
Sekretaris Menteri Pariwisata Ukus Kuswara yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, deklarasi Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Angklung menjadi momentum bagi para pemangku kepentingan pendidikan akan pentingnya komitmen dalam upaya pelestarian nilai-nilai budaya tradisional.
"Serta menjaga keberlangsungan seni tradisi," ujar Ukus Kuswara dalam pernyataanya, Senin (22/5).
Masyarakat Kabupaten Kuningan dikatakan Ukus sudah sepatutnya bersyukur karena diwarisi oleh para leluhur sebuah karya seni yang monumental yakni kesenian angklung.
"Angklung diatonis, sebuah alat musik yang merdu terbuat dari bambu yang sudah mendunia, ternyata cikal bakalnya lahir di Kabupaten Kuningan. Adalah Daeng Sutigna, yang berhasil menciptakan dan mengembangkan angklung diatonis di Kabupaten Kuningan," ujar Ukus.
Ukus mengatakan, juga menjadi hal yang tepat jika acara ini melibatkan ribuan guru. Sebagai yang bertugas mentransformasukan ilmu pengetahuan, guru merupakan sosol yang tepat menjadi penggerak tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai budaya tradisional.
"Serta menjaga keberlangsungan seni tradisi untuk diwarisi kepada para peserta didik yang ada di Kabupaten Kuningan," kata dia.
Karena itu ia menyambut baik dan mengapresiasi gagasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan mengadakan pentas Orkestra Gelar Budaya Angklung 2017.
"Ide brilian yang dapat memberikan multi manfaat bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang ada di Kabupaten Kuningan," kata dia.
Lebih lanjut Ukus mengatakan, acara ini juga memiliki kesesuaian dengan norma sebagai prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan. Pertama, kepariwisataan berbasis budaya.
Kegiatan kepariwisataan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Haruslah selalu berlandaskan akan nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat dan tradisi bangsa.
Selanjutnya kepariwisataan berbasis masyarakat, tujuan utamanya mensejahterakan masyarakat setempat dengan memberdayakan, peran serta langsung serta kepemilikan secara proporsionalitas untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ketiga, kepariwisataan berbasis lingkungan, alam mempunyai kedudukan yang sama sebagai ciptaan Tuhan, menggunakan alam dan sekaligus melestarikannya agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang.
"Saya mengajak kepada semua pihak, seluruh jajaran di tingkat pusat dan daerah, pihak swasta, media dan masyarakat luas untuk membantu upaya-upaya pelestarian nilai-nilai budaya tradisional serta menjaga keberlangsungan seni tradisi yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Kuningan," ujar Ukus.