REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam pernah menjadi agama mayoritas di Kamboja hingga 1975. Saat itu terdapat 150 ribu hingga 200 ribu Muslim etnis Champ yang berasal dari Kerajaan Champa.
Namun pembantaian Khmer Merah terhadap umat Islam membuat mereka terpuruk. Sejak 1980, kekuatan Islam tak dapat lagi bangkit. Khmer Merah menggunakan pola yang konsisten untuk membunuh orang-orang Champ.
Pertama, pembongkaran struktur komunal melalui pembunuhan pemimpin komunitas Muslim Champ, seperti mufti, imam, dan orang berpengaruh lainnya. Kedua, pembongkaran identitas Champ dan identitas Muslim melalui pembatasan kegiatan Champ dan Khmer yang berbeda.
Ketiga, melakukan penyebaran etnis Champ, seperti kerja paksa di ladang atau menangkap mereka karena tuduhan adanya perlawanan atau pemberontakan partai komunis. Tak hanya pemeluk Islam, semua penganut agama, termasuk Buddha, dianiaya sepanjang kekuasaan Khmer Merah.
Saat itu juga, sebanyak 132 masjid dihancurkan dan umat Islam tidak diizinkan beribadah. Mereka juga dipaksa makan daging babi lalu dibunuh jika menolak.
Pada 1979, pemerintahan Khmer Rouge mengatakan negara Champ tidak lagi ada di tanah Kampuchea milik Khmer. Oleh karena itu, kewarganegaraan Champ, bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan agamanya harus segera dihapuskan.
Setelah pemerintahan Khmer Merah berakhir, aturan terkait agama dipulihkan. Sebanyak 185 ribu warga Champ tercatat kembali tinggal di Kamboja pada pertengahan 1980. Masjid pun masih ada yang berdiri.
Pada 1988 terdapat enam masjid yang masih berdiri di daerah Phnom Penh dan beberapa masjid di provinsi lain. Namun, pemimpin Muslim tak banyak yang bersisa.
Sejak runtuhnya Rezim Khmer Merah, perlahan geliat Islam kembali menguat. Saat ini umat Islam sudah bebas melaksanakan ibadahnya. Mereka pun dapat merasakan negara yang demokratis.