Selasa 23 May 2017 13:06 WIB

Pakar Forensik Digital: Chat Habib Rizieq-Firza Kemungkinan Rekayasa

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Bilal Ramadhan
Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab
Foto: Republika/Prayogi
Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) Universitas Islam Indonesia (UII) Yudi Prayudi mengungkapkan, kemungkinan besar chat antara Habib Rizieq dan Firza Husein adalah sebuah rekayasa. Pasalnya saat ini ada berbagai aplikasi yang dapat digunakan untuk merekayasa percakapan elektronik.

“Sangat mungkin rekayasa, sejumlah aplikasi memfasilitasi untuk melakukan rekayasa dialog, komunikasi, atau chat sedemikian rupa seolah-olah benar-benar terjadi,” katanya, Selasa (23/5).

Ia mengemukakan, pendapat yang mengatakan adanya ketidaksesuaian antara gaya bahasa atau keanehan dalam dialog yang terjadi dapat diarahkan pada kemungkinan bahwa chat tersebut adalah hasil rekayasa.

Secara forensik, Yudi mengakui, hal tersebut tidak bisa dibuktikan langsung. Kecuali dengan melakukan analisis langsung terhadap telepon genggam dari salah satu atau kedua pihak. Karena itu, untuk membantah adanya chat tersebut, cara terbaik adalah menyerahkan HP dari kedua belah pihak untuk dianalisis oleh orang-orang yang kompeten.

Data telepon genggam salah satu atau keduanya juga sangat mungkin disadap. Baik melalui remote aktivitasnya maupun cloning SIM card. Apalagi jika kedua pihak tidak berhati-hati dalam menyimpan telepon genggam mereka.

Maka dari itu, sangat dimungkinkan ada pihak ketiga yang memanfaatkan ketidakhati-hatian tersebut untuk menerapkan berbagai teknologi penyadapan/spy/kloning. Jika pun benar ada hacker kelas atas yang melakukannya (anonymous), maka teknologi yang mungkin diterapkan, salah satunya adalah memanfaatkan celah keamanan telekomunikasi yang dikenal dengan SS7.

Selain itu, saat ini terungkap fakta bahwa posisi HP milik Firza ternyata sudah disita untuk kepentingan penyidikan kasus lain sekitar Desember 2016. Sementara, kasus chat yang memuat konten pornografi muncul pada Januari 2017.

Berdasarkan fakta ini, maka sebagian pengamat langsung menjatuhkan kesimpulan bahwa pelaku penyebaran pasti bagian dari aparat yang memiliki akses terhadap BB ponsel Firza. Sehingga, dengan asumsi ini, maka fokus masalah bergeser dari konten pornografi menjadi pengungkapan siapa yang menjadi pelaku penyebarannya.

Dari aspek hukum, pelaku penyebaran konten pornografi tentunya akan terjerat sejumlah pasal pada UU ITE No 11/2008 maupun perubahannya pada UU No 19/2016. Sementara, pelaku pornografinya dapat saja terjerat pada salah satu pasal dari UU Pornografi No 44/2008.

“Yang jelas situs sebagai sumber penyebaran dari konten pornografi melalui chat WA telah diblok oleh Kominfo,” kata Yudi.

Dalam hal ini, ketika ada laporan dari masyarakat, aparat penegak hukum memiliki sejumlah kriteria untuk menindaklanjuti melalui penyelidikan maupun penyidikan hingga menetapkan siapa yang menjadi tersangka.

Termasuk di dalamnya adalah sudut pandang penegakan hukum yang diambil dan penerapan pasal yang dilanggar sepenuhnya adalah menjadi wewenang dari penyidik. Dokumen hasil penyidikan nantinya juga akan dipelajari oleh pihak kejaksaan, sebelum akhirnya dinyatakan siap untuk diajukan ke persidangan.

“Pelaku penyebaran maupun pelaku konten pornografi sama-sama punya peluang ditetapkan sebagai tersangka tergantung dari hasil kerja penyidik dalam mendapatkan kelengkapan alat bukti yang syah untuk kepentingan penetapan status tersangka tersebut,” kata Yudi memaparkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement