REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan siap menjalankan kebijakan penyederhanaan rupiah atau redenominasi. BI bahkan sudah menyiapkan konsepnya.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, BI masih menunggu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) redenominasi rupiah. "Kami dari BI menyiapkan masa persiapan atau transisi redenominasi selama tujuh tahun," jelasnya, Senin (22/5).
Ia menjelaskan, dalam waktu tujuh tahun itu, BI akan merekomendasikan pencantuman harga yang harus dilakukan dalam dua nominal. Pertama nominal lama atau yang belum disederhanakan, lalu kedua yang sudah diredenominasi.
Nantinya BI pun bakal mencetak rupiah berdesain baru. "Jadi masyarakat bisa pilih mau pakai currency baru atau lama," kata Dody menambahkan.
Menurutnya, redenominasi tidak akan terlalu berpengaruh pada inflasi dan daya beli, sebab penyederhanaan mata uang tersebut hanya pemotongan desimal.
Anggota Komisi XI DPR I Gusti Agung Rai Wirajaya menyatakan DPR juga sudah siap membahas RUU redenominasi. "Pada periode kemarin walau BI sudah siap, komunikasinya harus dilempar," ujarnya.
Ia mengungkapkan, beberapa masyarakat masih khawatir akan terjadi sanering bila mata uang disederhanakan. Sanering merupakan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang, hal sama tidak dilakukan pada harga-harga barang sehingga daya beli masyarakat menurun.
Sebelumnya pada Agustus 1959, Indonesia pernah melakukan sanering. Saat itu untuk mata uang pecahan Rp 500 dan Rp 1.000, nilainya diturunkan sampai tinggal 10 persen. Dengan begitu nilainya masing-masing menjadi Rp 50 serta Rp 100.