Selasa 23 May 2017 16:45 WIB

Jokowi Libatkan Tokoh Lintas Agama Hentikan Perdebatan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Joko Widodo
Foto: Antara
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengundang tokoh lintas agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) se-Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor. Dalam kesempatan ini, Jokowi kembali meminta agar para tokoh lintas agama mengajak masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan dengan jalan musyawarah.

Selain itu, Presiden juga mengajak masyarakat untuk menghentikan perdebatan dan perseteruan dan mengalihkan energinya untuk meningkatkan kompetisi dan daya saing dengan negara lainnya. Sehingga, dapat memberikan kesejahteraan masyarakat.

"Mari kita ajak masyarakat, jangan ajak berdebat untuk sesuatu yang sebetulnya bisa kita selesaikan dengan musyawarah, jangan kita saling hujat padahal energi kita bisa dipakai untuk bangun negeri ini. Jangan kita saling menyalahkan padahal energi bisa kita pakai untuk membangun negera kita ini," kata Presiden di hadapan puluhan tokoh lintas agama dalam Forum Kerukunan Umat Beragama se-Indonesia, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/5).

Lebih lanjut, Jokowi mengingatkan agar tokoh agama tidak menunda penyelesaian masalah apapun yang muncul, sekecil apapun masalah itu. Presiden pun meminta agar setiap masalah yang muncul untuk segera diselesaikan dengan saling mengingatkan persaudaraan antar masyarakat di Indonesia.

"Saya titip agar kalau ada percikan sekecil apapun segera diselesaikan. Jangan tunggu esok hari. Selesaikan pada saat api itu masih sangat kecil, segera padamkan," ujarnya.

Jokowi pun kemudian meminta agar seluruh masyarakat kembali fokus pada tujuan utama berbangsa serta memajukan negara. Arahan ini juga disampaikan Jokowi saat menerima Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2016 oleh BPK RI.

"Perlu saya ingatkan kepada kita semuanya bahwa membentuk NKRI bukan untuk berseteru, bukan untuk bertikai. Tapi tujuan utama kita jelas bahwa kita ingin menciptakan kesejahteraan umum, kita ingin mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Jokowi.

Jokowi mengingatkan, dalam beberapa bulan terakhir masyarakat justru hanya menghabiskan energinya untuk hal-hal yang kurang produktif. Masyarakat, kata dia, lebih sering saling menghujat, berdebat, dan berdemo daripada bekerja bersama-sama.

"Kita banyak omong ketimbang bekerja di akhir-akhir ini. Banyak berdebat ketimbang bekerja, banyak saling menghujat ketimbang bekerja, banyak demo-demo yang gak bermanfaat ketimbang bekerja. Banyak saling menjelekkan ketimbang bekerja, banyak saling menyalahkan ketimbang bekerja," ujarnya.

Kondisi inipun membuat masyarakat melupakan tugasnya untuk membangun negara bersama-sama. Padahal, menurut Jokowi, Indonesia saat ini sangat berpeluang dan memiliki kesempatan emas untuk meningkatkan kondisi ekonomi bangsa.

Terlebih Indonesia juga baru saja mendapatkan peringkat layak investasi dari lembaga pemeringkat S&P. Peringkat layak investasi tersebut, lanjut dia, merupakan bentuk kepercayaan internasional kepada pemerintah Indonesia. Selain itu, 84 persen laporan keuangan pemerintah pusat juga telah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

"Ini sebuah kesempatan yang harus kita gunakan. Jangan masuk ke dalam framing saling menghujat, saling menyalahkan, saling berdebat yang gak ada habisnya. Itu adalah sebuah kepercayaan," kata Jokowi.

Presiden menyampaikan, ketertinggalan Indonesia dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan bahkan Thailand ini harus diakui. Karena itu, ia mendorong agar masyarakat memiliki etos kerja dan bekerja keras mengejar ketertinggalan itu.

"Apa kita mau begini terus? Endak. Kita harus mengejar, kita harus bekerja keras dan kita mempunyai potensi dan kekuatan itu," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mencontohkan hampir selama 40 tahun ini, pembangunan jalan di Indonesia hanya mencapai 780 km. Sedangkan, negara Cina yang sempat belajar pembangunan dari Indonesia pada 1977 kini telah membangun 280 ribu km. 

"Coba kita lihat tahun 77, jalan tol Jagowari kurang lebih 50 km itu jadi contoh negara-negara lain pada datang ke sini. Tiongkok datang lihat apa sih? Malaysia datang lihat apa sih?," jelasnya.

Pada sekitar tahun 1970-an pula, Malaysia banyak yang mengirimkan gurunya ke Indonesia untuk belajar. Namun kondisi saat ini justru sebaliknya. Bahkan untuk membangun infrastruktur, Indonesia juga masih saja belum dapat menyelesaikan masalah pembebasan lahan, dll. Karena itu, Presiden pun mengajak masyarakat untuk berpikir positif serta bersama-sama memajukan bangsa.

"Inilah etos kerja kedisiplinan kita untuk kita bangkit kembali sadar bahwa kanan kiri kita sudah lari. Mereka sudah berbicara masa depan dan jangkauan visi yang sangat panjang," ujar Jokowi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement