REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan melakukan pemetaan untuk mengetahui daerah mana yang mengalami surplus atau defisit pangan. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kasan menyebut pemetaan ini dilakukan agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk stabilisasi pangan.
Misalnya, Kasan mencontohkan, Gorontalo saat ini surplus cabai. Surplus tersebut harus disalurkan pada daerah terdekat dari Gorontalo yang mengalami defisit cabai. Dengan begitu, proses distribusi barang dapat menjadi lebih efisien.
Sebab, menurut Kasan, ada daerah yang justru saling bertukar komoditi yang sama. Contohnya, Lampung dan Jawa Timur sama-sama daerah penghasil gula. Namun, ada gula dari Jawa Timur yang masuk ke Lampung karena pertimbangan harga yang lebih murah.
"Secara bisnis itu terjadi, padahal harusnya tidak begitu," kata Kasan, dalam seminar nasional Mendorong Perubahan Persepsi dan Perilaku Konsumsi Pangan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Selasa (23/5).
Saat ini, sambung dia, pemetaan daerah yang dilakukan Kementerian Perdagangan baru selesai di 17 provinsi. Adapun komoditi yang didata yakni cabai, daging, bawang merah, minyak goreng, beras dan gula. Kasan menargetkan, pemetaan tersebut dapat selesai tahun ini.
Selanjutnya, kata dia, data yang didapat akan menjadi acuan pemerintah dalam membuat kebijakan pangan, termasuk dalam menentukan impor. "Kalau petanya kelihatan kan bisa tahu perlu impor atau tidak," kata dia.