Rabu 24 May 2017 14:01 WIB

Pencari Suaka tanpa Izin Wajib Lapor Hingga 1 Oktober

Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton.
Foto: ABC
Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton memberikan tenggat waktu hingga Oktober bagi pencari suaka yang tinggal di Australia untuk mengajukan permohonan perlindungan atau mereka akan menghadapi ancaman deportasi. Peter Duttton mendeklarasikan ‘permainan sudah selesai’ bagi ‘pengungsi palsu'.

Menteri Peter Dutton mengatakan bahwa pencari suaka yang tinggal di Australia ini seluruhnya tiba dengan kapal pada masa pemerintahan Partai Buruh sebelumnya. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki dokumen dan sejauh ini telah gagal atau menolak menyerahkan kasus suaka mereka ke Departemen Imigrasi.

"Jika orang berpikir bahwa mereka bisa menipu pembayar pajak di Australia, jika orang berpikir bahwa mereka dapat mengelabui pembayar pajak Australia, maka saya minta maaf, permainan mereka yang seperti itu sudah selesai," tegas Peter Dutton.

"Mereka perlu memberikan informasi, mereka perlu menjawab pertanyaan dan kemudian mereka bisa ditentukan akan menjadi pengungsi atau tidak."

Para pencari suaka ini sekarang diberikan tenggat waktu sampai 1 Oktober untuk mengajukan permohonan pemrosesan atau mereka akan dihentikan mendapatkan tunjangan dari Pemerintah Australia, menjadi subyek untuk dideportasi dari Australia, atau dilarang masuk kembali ke Australia.

Menurut Peter Dutton, para pencari suaka yang tinggal di Australia secara tanpa status ini membebani pembayar pajak sekitar 250 juta dolar AS atau hampir Rp 2,5 triliun setiap tahun hanya dari tunjangan pendapatan saja. Batas waktu yang ditentukan ini akan memastikan kalau Pemerintah Australia tidak akan memberikan dukungan finansial kepada orang-orang yang tidak memiliki hak untuk berada di Australia.

Juru bicara imigrasi dari Partai Buruh, Shayne Neumann mengatakan pencari suaka tidak dapat tinggal di Australia tanpa batas waktu, dan harus mengajukan perlindungan sesegera mungkin.

Dikecam aktivis pencari suaka

Namun, Shayne Neumann mengkritik penggunaan istilah ‘pengungsi palsu’ oleh Menteri Peter Dutton dan mengatakan tidak mengherankan jika Pengadilan Banding Administratif membatalkan 40 persen dari keputusan Menteri mengenai visa. Senator Australia Selatan, Nick Xenophon mengatakan kebijakan baru tersebut akan mendapat dukungan publik dan diajukan ke basis dukungan Koalisi, namun mendesak Pemerintah untuk mengambil pendekatan yang "tenang, metodis dan adil".

"Saya hanya berharap Pemerintah Federal melakukan upaya keras dalam mengatasi isu pencari suaka sama seperti yang mereka lakukan dalam mengatasi isu pencari kerja,” kata Senator Xenophon mengatakan kepada Insider.

Tapi kelompok advokasi pencari suaka mengecam kebijakan tenggat waktu tersebut sebagai tindakan yang "kejam dan tidak adil". Direktur Hak Asasi Manusia dari LSM ‘GetUp’, Shen Narayanasamy mengatakan sementara banyak pencari suaka telah berada di Australia selama bertahun-tahun, mereka hanya diberi izin untuk mengajukan permohonan perlindungan sejak November lalu.

"Klaim pencari suaka ini adalah dokumen yang sangat panjang dan menyiksa prosesnya," katanya.

"Dan apa yang Peter Dutton telah gagal untuk disampaikan kepada anda adalah bahwa dia telah menolak kebutuhan tenaga penterjemah dan akses pada terhadap bantuan hukum."

Dari 50 ribu pencari suaka yang tiba dengan kapal antara tahun 2008 dan 2013, sebanyak 43 ribu orang saat ini telah diproses - yang berarti mereka diberi visa atau ditolak klaim mereka - atau saat ini mengaku kalau klaim mereka sudah dinilai. Namun, masih ada sekitar 7.500 pencari suaka yang belum diproses dan itu adalah kelompok yang sekarang harus tunduk pada kebijakan batas waktu 1 Oktober mendatang.

Diterjemahkan pada pukul 16:00 WIB, 21/5/2017 oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di ABC News.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/pencari-suaka-tanpa-izin-wajib-lapor-hingga-1-oktober/8545458
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement