REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – BPS DKI Jakarta telah melaksanakan Sensus Ekonomi (SE) 2016. Sensus dinilai penting sebagai masukan bagi pemerintah terkait target investasi di Ibu Kota Jakarta. "Pada 2017 kita kumpulkan informasi lebih detail, terutama untuk mengumpulkan permasalahan usaha dan investasi, serta kedalaman masalah yang dihadapi," kata Desainer SE 2016 yang juga mantan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS DKI Jakarta, Sasmito Hadi Wibowo, Rabu (24/5).
Sasmito menganggap, perlunya adanya pengamatan terhadap aturan mana yang masih bisa dipakai, dan mana yang tidak. Kemudian dilakukan evaluasi terus menerus. Sehingga aturan yang menghambat bisa dikurangi. "Mudah mudahan DKI yang sudah bergerak maju, bisa semakin bagus dengan aturan yang lebih jelas. Pemerintah penting punya target investasi. Sehingga pemerintah bisa memiliki kekuatan terhadap apa yang belum tercapai," jelas Sasmitopada diskusi panel di Gedung BPS DKI Jakarta, Rabu (24/5) pagi.
Investasi bisa dilakukan pemerintah, dengan hasil SE yang dilakukan BPS sepanjang 2016. Pertumbuhan pengusaha di Indonesia mencapai delapan persen. Namun, dari 1,2 juta pengusaha yang terdata, hanya 80 ribu usaha yang merupakan Usaha Menengah Besar (UMB).
Dari omset DKI Jakarta yang mencapai Rp 6.000 triliun per tahunnya, hanya lima persen omset dari Usaha Mikro Kecil (UMK). Itu sebabnya, pemerintah perlu berdiskusi dengan masyarakat, mana yang lebih efisien dalam membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi, apakah padat modal atau padat karya.
Dalam tahap lanjutan SE 2016, pada Agustus-September 2017 mendatang, Sasmito mengajak para penggiat usaha untuk mengisi proses tahap dua dengan sebenar-benarnya. Tujuannya, agar BPS bisa mendapat angka statistik yang benar-benar menggambarkan kondisi ekonomi Indonesia yang sebenarnya. “Kita sudah punya semua data pengusaha-pengusaha itu. Kita sensus semua yang lakukan usaha, yang ada izin maupun yang tidak. Jadi, berdasarkan data sensus ini, pemerintah bisa bantu mereka yang tidak punya izin itu," papar Sasmito.