Rabu 24 May 2017 15:56 WIB

Duterte Peringatkan akan Lebih Keras Terhadap Teroris

Red: Ani Nursalikah
Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Foto: AP Photo / Bullit Marquez
Presiden Filipina Rodrigo Duterte

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan pada Rabu (24/5) dia akan menghadapi terorisme dengan keras, dan darurat militer di pulau Mindanao akan tetap diberlakukan selama satu tahun jika diperlukan.

Duterte mengakhiri kunjungan singkatnya ke Rusia dan mengumumkan darurat militer di wilayah pulau Mindanao pada Selasa, setelah pertempuran sengit terjadi ketika pasukan keamanan menggerebek tempat persembunyian pemberontak terkait kelompok ISIS.

"Untuk bangsaku yang telah mengalami darurat militer, tidak berbeda dengan apa yang Presiden Marcos lakukan. Saya akan bertindak keras," kata Duterte dalam sebuah wawancara saat penerbangannya kembali ke Manila.

"Jika membutuhkan waktu setahun untuk melakukannya maka kami akan melakukannya. Jika hanya memerlukan waktu lebih dari satu bulan, maka saya akan bahagia. Untuk bangsaku, jangan terlalu takut, saya akan pulang. Saya akan menangani masalah ini segera setelah tiba," kata Duterte yang merupakan warga asli Mindanao.

Baca: Pascadarurat Militer, WNI di Filipina Diminta Lebih Waspada

Dua tentara dan seorang polisi tewas, sementara 12 lainnya terluka saat bentrokan terjadi di Marawi, sebuah kota berpenduduk sekitar 200 ribu orang dan mayoritas Muslim, di mana anggota kelompok petempur Maute mengambil alih bangunan dan membakar sebuah sekolah, sebuah gereja dan fasilitas penahanan.

Filipina pernah mengalami masa darurat militer di bawah naungan diktator Ferdinand Marcos sejak awal 1970-an dan kenangan kampanye mengembalikan demokrasi serta melindungi hak asasi manusia masih segar di benak banyak orang. Militer mengatakan bahwa mereka optimistis dapat mengakhiri konflik lebih cepat daripada perkiraan.

Tujuan serangan Selasa itu adalah untuk menangkap Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok Abu Sayyaf yang diketahui telah melakukan aksi pembajakan dan penculikan serta pemenggalan kepala warga Barat. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menawarkan hadiah hingga 5 juta dolar AS untuk menangkap Hapilon.

Kelompok Maute dan Abu Sayyaf telah mengikrarkan janji setianya kepada kelompok ISIS, dan telah terbukti melakukan perlawanan sengit terhadap militer karena Duterte berusaha untuk menghancurkan para ekstremis dan mencegah ideologi Islam garis keras menyebar di Filipina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement