REPUBLIKA.CO.ID, MARAWI -- Pasukan militer Filipina mulai melakukan penyisiran di Marawi setelah kota di selatan negara itu mengalami pertempuran, Kamis (25/5). Selama berjam-jam, perlawanan untuk memukul mundur Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Maute dilakukan di sana.
Pada Rabu (24/5), lebih dari 100 anggota kelompok militan itu menyerbu kota di Pulau Mindanao tersebut. Pertempuran antara petugas polisi dan ISIS Maute terjadi. Dilaporkan sebanyak 21 orang tewas dalam kejadian ini.
Salah satu korban tewas adalah Kepala Polisi Marawi. Ia disebut tengah berada dalam perjalanan pulang hingga dihentikan oleh anggota ISIS Maute dan dipenggal saat itu juga.
Kelompok itu juga menyerang Gereja Katedral Our Lady Help dan menculik staf gereja termasuk Pastor Chito Suganob. Mereka mengancam akan membunuh para sandera jika pasukan pemerintah tidak melepaskan tembakan.
Saat ini, ratusan warga sipil di Marawi diamankan di sebuah kamp militer. Penjagaan terus diperketat menyusul kemungkinan adanya serangan kembali dari ISIS Maute.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer sejak Selasa (23/5) lalu di Mindanao. Sebelumnya di pulau itu kerap terjadi perlawanan dari kelompok ektrimis, termasuk yang terkait dengan ISIS.
Wali Kota Marawi Majul Gandamra mengatakan kondisi di wilayahnya saat ini masih cukup berbahaya. Diyakini para anggota kelompok militan masih bersembunyi di beberapa bangunan kota tersebut.
Namun, ia mengatakan pasukan militer telah mengepung para anggota kelompok teroris dengan kekuatan penuh. Gandamra menolak laporan ISIS Maute masih menahan sandera. Ia bersikukuh bahwa pemerintah daerah telah berhasil mengendalikan situasi.
Rincian status sandera serta korban warga sipil yang menjadi korban dalam pertempuran di Marawi juga belum diberikan oleh pihak berwenang lainnya. Demikian dengan jumlah anggota kelompok militan itu yang masih tersisa atau telah dipukul mundur.