Jumat 26 May 2017 14:04 WIB

Schapelle Corby Belum Bisa Buktikan Dirinya tak Bersalah

 Warga Australia terpidana 20 tahun penjara dalam kasus penyelundupan mariyuana, Schapelle Leigh Corby (tengah) menutup wajahnya saat melengkapi administrasi bebas bersyarat di Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali.   (Antara/Nyoman Budhiana)
Warga Australia terpidana 20 tahun penjara dalam kasus penyelundupan mariyuana, Schapelle Leigh Corby (tengah) menutup wajahnya saat melengkapi administrasi bebas bersyarat di Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali. (Antara/Nyoman Budhiana)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Belum pernah publik Australia begitu terbelah pendapatnya mengenai kasus kriminal sebelum kasus warga bernama Lindy Chamberlain. Pada 2005, Chamberlain-Creighton menulis surat kepada Schapelle Corby. "Hatiku berdarah untukmu," tulisnya.

Tapi ada perbedaan mencolok antara kasus kedua orang tersebut. Chamberlain-Creighton akhirnya diampuni atas kejahatan yang dituduhkan padanya, hukumannya dibatalkan dan seorang koroner menyimpulkan seekor dingo memang telah mengambil bayinya.

Sementara Corby tak pernah berhasil membuktikan dirinya tidak bersalah. Corby akan kembali ke Australia pada Sabtu (27/5) sebagai terpidana penyelundup narkoba yang telah menjalani hukuman penjara di Bali.

Philip Ruddock yang menjabat Jaksa Agung Australia saat penangkapan Corby 2004 mengatakan, pemerintah Australia melakukan apa yang mereka bisa untuk membantu warganya di luar negeri. "Ingatan saya adalah dia (Corby) berpendapat narkoba itu disusupkan ke tasnya dan dia berusaha membuktikan hal itu dalam persidangan namun tidak berhasil," kata Ruddock kepada ABC.

Salah satu pembelaan utama Corby yang diajukan tim hukum dan pendukungnya adalah petugas bagasi yang korup telah memasukkan 4,1 kilogram ganja ke dalam tas papan seluncurnya.

Tidak ada bukti

Namun Ruddock mengatakan tidak pernah ada bukti yang dikumpulkan tim pembela Corby atau pihak terkait di Australia, termasuk Kepolisian Federal Australia (AFP), yang mendukung klaim tersebut. "Anda tahu, ini hanya klaim. Tidak pernah terbukti bahwa narkoba itu dimasukkan ke tasnya (oleh petugas bagasi)," katanya.

"Saya yakin semua usaha telah dilakukan untuk menentukan kebenaran," jelasnya.

"Mungkin beberapa pihak sekarang tidak menyukai kebenaran itu. Namun saya yakin hal itu selalu menjadi pendekatan dari Kepolisian Federal Australia. Saya tak punya alasan mempercayai bahwa mereka tidak menyelidiki masalah ini dan bersedia membagi temuannya kepada pihak di luar negeri," ujar Ruddock.

Dalam sebuah pernyataan ke ABC pekan ini, AFP mengkonfirmasi mereka telah memeriksa petugas bagasi yang memiliki akses ke tas Corby pada Maret dan April 2005. "Tidak ada informasi atau bukti yang ditemukan bahwa narkoba dimasukkan di koper Corby seperti yang dituduhkan," demikian pernyataan tersebut.

"AFP melakukan berbagai penyelidikan, semua langkah yang masuk akal telah dilakukan dalam menyelidiki tuduhan yang disampaikan Corby tersebut," ujarnya.

Ketidaksenangan

Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society (CILIS) pada Melbourne University Professor Tim Lindsey mengatakan kemungkinan Corby memang akan dihukum oleh pengadilan di Bali karena dia tidak dapat membuktikan diri tidak bersalah.

Schapelle Corby protesters
Aksi demo di Jakarta pada Juni 2005 memprotes vonis 20 tahun penjara untuk Schapelle Corby.

Reuters: Darren Whiteside

"Apa pun teorinya, apapun kontroversinya, apa pun argumen yang ditunjukkan oleh bukti tersebut, sebagai bukti yang bisa diterima, sama sekali tidak mendukungnya tidak bersalah. Makanya dia dipidana," kata Prof Lindsey.

Prof Lindsey mengatakan ada berbagai teori yang diajukan pendukung Corby, keluarga, pengacara dan media. "Mereka memanggil seorang tanahan untuk memberikan bukti percakapan yang dia dengar, yang mereka anggap akan mendukung teori mengenai petugas bagasi yang korup. Namun bukti itu berupa percakapan dua orang lain," jelasnmya.

"Di Australia hal itu akan menjadi bukti kabar angin dan tidak akan diizinkan (di pengadilan). Aturan yang sama berlaku di Indonesia," kata Prof. Lindsey.

Pada akhirnya Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menjamin Corby kembali ke tanah airnya di Australia. Pada 2012, SBY mengurangi lima tahun hukuman Corby, sebuah keputusan yang secara luas dikecam.

Di Indonesia Corby digelari sebagai "Ratu Ganja" dan ada ketidaksenangan yang luas atas keputusan SBY tersebut. Hikmahanto Juwana, seorang profesor Hukum Internasional di Universitas Indonesia salah satu di antaranya.

"Tentu ada berbagai alasan mengapa SBY memberikan grasi. Mungkin salah satunya adalah tekanan terkait bantuan Pemerintah Australia," kata Prof Juwana.

Pemerintah Australia dan Indonesia menolak kabar telah ada kesepakatan terkait pemberian pengampunan ini. "Pada saat itu terlihat di pers Indonesia dan di masyarakat sebagai konsesi Yudhoyono ke Australia," katanya.

"Dia terlihat tunduk kepada negara asing dan lemah terhadap pemberantasan narkoba dan menerima banyak kritikan politis untuk keputusan tersebut," jelasnya.

Ruddock menambahkan dia tidak mengetahui adanya kesepakatan politik tersebut. "Saya tidak akan mengatakan kepada Anda bahwa kasus Schapelle sangat berbeda dengan kasus Bali Nine atau remaja yang di Kolombia," kata Ruddock mengenai kasus Cassie Sainsbury saat ini yang ditahan di Kolombia.

"Dari waktu ke waktu muncul kasus-kasus dan media memberitakannya. Terkadang pihak terkait sendiri menggunakan media untuk coba membantu dengan cara yang menurutnya bisa membantu kasus mereka," jelasnya.

"Penilaian saya adalah jika orang berpandangan begitu, hal itu mungkin lemah, karena saya tidak pernah melihat kasus dimana mereka menggunakan media telah membuahkan hasil yang berbeda," tambahnya.

Dicegah

UU kriminal di Australia harus memastikan Corby tidak mengambil keuntungan dari hukuman perdagangan narkoba yang dijalaninya. Ruddock percaya jika ada celah hukum maka harus segera diperbaiki.

"Saya tidak tahu apakah ada klaim bahwa UU itu cacat. Jika demikian atau terbukti cacat, saya mengharapkan diambil langkah tepat untuk menutupinya," katanya.

Pada 2009, Commonwealth Director of Public Prosecution menyita lebih dari 120 ribu dolar AS yang diberikan untuk keluarga Schapelle Corby dari penjualan bukunya berjudul, My Story. Tapi dokumen perpustakaan parlemen menunjukkan, jumlah uang yang lebih besar telah ditransfer ke sebuah rekening bank di Indonesia.

"Penyelidikan oleh Kepolisian Federal Australia mengungkapkan, berdasarkan kontrak terkait My Story, telah dilakukan pembayaran sebesar 267.750 dolar AS oleh penerbit Pan Macmillan ke sebuah rekening di Indonesia atas nama saudara ipar Corby," demikian disebutkan.

Saudara Schapelle, Mercedes Corby menikah dengan warga Bali bernama Wayan Widyartha saat itu. Uang itu belum disita pihak berwenang Australia.

"Saya kira tidak boleh ada orang mengatakan, saya akan merampok bank dan saya bisa menghasilkan uang dengan menceritakan kepada semua orang tentang bagaimana saya merampok bank tersebut," kata Ruddock.

Dia menambahkan sekarang fokus Australia seharusnya adalah mencapai kesepakatan pertukaran narapidana dengan Indonesia.

Diterbitkan Jumat 26 Mei 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari berita ABC News.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/berita/corby-belum-bisa-buktikan-dirinya-tak-bersalah/8561344
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement