Jumat 26 May 2017 18:56 WIB

Ada Militan Indonesia Terlibat Pertempuran di Filipina

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Filipina di Marawi, Mindanao. Kota tersebut berada dalam darurat militer.
Foto: Reuters
Tentara Filipina di Marawi, Mindanao. Kota tersebut berada dalam darurat militer.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Enam anggota militan termasuk warga asing dari Indonesia dan Malaysia tewas dalam pertempuran Marawi di sebuah kota di selatan Filipina dalam beberapa terakhir. Mereka tewas saat tentara pemerintah melanjutkan operasinya mengusir pemberontak keluar dari kota Marawi.

Ini adalah pengakuan yang jarang dilakukan pihak berwenang di mana militan lokal bekerja dengan kelompok internasional. Marawi adalah kota Muslim di provinsi Lanao del Sur di pulau selatan Mindanao. Provinsi ini merupakan benteng bagi kelompok Maute, yang telah berjanji setia kepada ISIS. 

Pertarungan terjadi setelah tentara berusaha menangkap militan tertinggi Isnion Hapilon. Ia merupakan seorang pemimpin kelompok militan Abu Sayyaf. Ia diketahui telah berjanji setia terhadap ISIS. Dan menurut pengacara umum Filipina Jose Calida, ISIS telah menunjuk Hapilon sebagai pemimpinnya di Filipina.

Saat penggrebekan tersebut gagal, puluhan pria bersenjata keluar ke jalan Marawi, dan kabarnya sambil menerbangkan bendera ISIS. Bangunan-bangunan dibakar, napi tahanan dibebaskan dan sandera diambil saat militan melawan tentara di kota. Menurut juru bicara militer, sedikitnya 11 tentara dan 31 orang tewas dalam pertempuran. Sedangkan ribuan warga telah melarikan diri dari kota tersebut.  

“Kami sedang mempersiapkan ujian, dan kami bisa mendengar tembakan dan bom. Kami sangat takut dan begitu pula saudara laki-laki dan perempuan Muslim. Kami yakin mereka akan mendatangi kami,” kata seorang siswa yang dievakuasi kepada kantor berita Reuters.

Presiden Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao pada Selasa sebagai tanggapan atas kekerasan tersebut. Darurat militer ini memungkinkan penggunaan militer untuk menegakkan ketertiban dan penahanan orang-orang tanpa tuduhan dan waktu yang lama. Menurut Duterte, hal tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional.

“Apa yang terjadi di Mindanao bukan lagi pemberontakan warga Filipina, (tapi) telah menyebar menjadi invasi asing. Mereka ingin menjadikan Mindanao sebagai bagian dari kekhalifahan,” kata Duterte saat konferensi pers, dilansir dari BBC, Jumat (26/5). 

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh pengamat bahwa ISIS menargetkan wilayah mayoritas Muslim di selatan Filipina untuk membangun sebuah benteng di Asia Tenggara. “Jelas saja pria dari Indonesia dan Malaysia yang melakukan perjalanan ke Mindanao meningkat selama tahun lalu,” kata Direktur Institute for Policy of Conflict yang berbasis di Jakarta, Sidney Jones, mengatakan kepada BBC.

Jones juga memperingatkan pentingnya pemerintah mengakui ada masalah ISIS serius di Filipina. Menurutnya, koordinasi lebih baik antara pemerintah lokal dan nasional diperlukan untuk menangani situasi tersebut.

Selain itu, menurut dia citra militan di Marawi juga berdampak pada media sosial yang bekerja sebagai humas untuk kelompok militan. “Ada banyak pujian dan antusiasme. Saya pikir ini akan semakin meningkatkan jumlah orang yang pergi ke Mindanao dari sekitar Asia Tenggara,” tuturnya.

Dengan adanya pertempuran Marawi tersebut, Duterte mengatakan pada Jumat (26/5) ia bersedia berbicara langsung dengan militan. “Pesan saya terutama kepada teroris di sisi lain kita masih bisa menyelesaikannya melalui dialog.”

Akan tetapi dia juga mengindikasikan darurat militer dapat diperluas ke seluruh wilayah negara jika dirasa perlu. Mungkin langkah ini akan berpotensi kontroversial di negarra yang menghabiskan waktu selama hampir satu dekade di bawah darurat militer di bawah diktator Ferdinand Marcos.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement