REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto mengatakan, penangkapan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuktikan adanya jual beli hasil audit Wajib Tanpa Pengecualian (WTP) dalam BPK. Penangkapan dua auditor BPK pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan hal tersebut.
"Ini memecahkan mitos bahwa memang benar ada jual beli WTP. Ataupun permainan dalam proses audit keuangan negara," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (27/5).
Yenny mengatakan, tidak hanya ditemukan dalam WTP, akan tetapi, Auditor BPK yang bermasalah juga terlihat dalam kasus lainnya. Kasus mega korupsi KTP elektronik, kata dia, juga ditemukan auditor yang mendapatkan aliran dana.
Yenny mengatakan, beberapa kejadian penangkapan yang melibatkan auditor BPK harus dijadikan momentum reformasi di BPK. Tahun 2018 mendatang, kata dia, akan dipilih enam anggota BPK yang baru. "Presiden harus menjadikan ini sebagai momentum reformasi BPK. Revisi syarat anggota bukan parpol dan diseleksi KPK dan BPK menjadi harga mati," jelasnnya.
Selain itu, menurut Yenny, metodologi audit BPK juga harus diubah. Output atau keluaran dari hasil audit, kata dia, bukan asal predikat WTP yang justru menjadi lahan basah korupsi. "Tetapi, selain menemukan kerugian negara audit PDTT juga perlu audit kinerja dan impact dari anggaran pembangunan," ujar Yeni mengakhiri.
Sebelumnya, BPK membenarkan kabar adanya staf auditornya yang ditangkap KPK pada Jumat (26/5) sore. Anggota III BPK, Achsanul Qasasi menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterima, ada dua pegawai BPK ditangkap KPK dalam OTT. OTT tersebut dikabarkan melibatkan seorang adalah auditor utama III dan seorang staf auditor. Achsanul meminta media untuk menunggu keterangan resmi dari KPK. "Kalau you tanya soal OTT KPK, benar. Ada staf kami yang ditangkap," kata Achsanul, Jumat (26/5).