REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo mengaku sempat tak percaya jika Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito terlibat kasus suap terhadap auditor BPK untuk mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Mendes mengungkapkan, Sugito adalah ketua tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) di Kemendes PDTT dan giat untuk melakukan reformasi birokrasi.
"Saya juga tidak percaya seorang seperti beliau yang vokal memberantas korupsi di kementerian ini, banyak memberikan peringatan kepada pegawai-pegawai, banyak menegus pegawai, sampai terlibat dengan hal ini," ujarnya di Jakarta, Sabtu (28/5).
Ia awalnya bahwa tidak percaya Sugito menyuap auditor BPK untuk mendapatkan status WTP. "Pak Irjen termasuk yang getol mengajarkan dan membimbing semua pejabat-pejabat di kementerian saya, bahkan kerjanya sampai malam-malam," ucap Eko.
Eko juga mengatakan bahwa Sugito rajin menyampaikan perkembangan mengenai laporan keuangan atau perbaikan kondisi di Kemendes PDTT.
"Irjen selalu 'update' saya, saya selalu ingin yang terbaik dan Pak Irjen yang mendukung saya. Pak Irjen yang membantu saya dan beliau selalu sampaikan hasil audit kita masih kurang ini atau ini, untuk segera dilengkapi. Saya senang dan mendapat kabar bahwa terjadi peningkatan luar biasa tapi kaget ada kejadian ini," jelasnya.
Seperti diketahui, laporan keuangan Kemendes PDTT pada 2015 mendapat opini WDP sedangkan pada 2014 mendapat "Disclaimer".
KPK menetapkan empat orang tersangka yaitu sebagai pemberi suap adalah Irjen Kemendes PDTT Sugito dan pejabat eselon 3 Kemendes Jarot Budi Prabowo yang disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak penerima suap adalah auditor utama keuangan negara III BPK Rochmadi Saptogiri yang merupakan pejabat eselon 1 dan auditor BPK Ali Sadli.
Keduanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau 5 ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.