REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan inspektur jenderal (irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar mengakui, posisi irjen memang rawan terjadi upaya menutupi bobrok kementerian yang diawasinya. Lantaran, irjen selama ini tidak melakukan tugasnya secara independen.
"Dia sebetulnya panutan di organisasinya, cuma yang terjadi sering kali dia malah ikut-ikutan, malah melindungi, di kementerian itu kan banyak permainan-permainan, bukannya menertibkan, memberikan sanksi, malah dia menutup-nutupi," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (28/5).
Dalam kondisi tersebut, lanjut Haryono, posisi irjen selalu dijadikan "bumper" untuk membuat kementeriannya baik di mata publik dengan cara apa pun. Kasus terbaru di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjadi contohnya.
"Dia (irjen) selalu jadi bumper, dia diminta oleh kementerian agar terlihat bagus dengan berbagai cara," kata dia.
Menurut Haryono, contohnya adalah seorang irjen di Kemendes PDTT, Sugito, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sugito berupaya memberikan iming-iming dan melobi pejabat di BPK agar kementeriannya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Haryono juga mengungkapkan, masalah mendasar irjen ini soal independensi. Ada kondisi yang membuat irjen tidak bisa berlaku independen, yakni jika seorang irjen sudah memperoleh banyak fasilitas dari pejabat di sekitarnya dan pengangkatan irjen tersebut memang sudah tidak benar.
"Kalau irjen sudah banyak mendapat fasilitas pejabat lain di sekitar kementerian itu, umpamanya dari sekjennya, otomatis dia tidak indpenden," ujar mantan pimpinan KPK ini.
Sementara saat dirinya menjabat irjen di Kemendikbud, sejak awal Haryono sudah menyatakan jika ada penyimpangan maka dia tidak akan segan mengenakan sanksi. Dia pun tidak ingin mempercantik kementeriannya agar bisa memperoleh predikat WTP dari BPK. Bahkan, saat Haryono masuk sebagai irjen, Kemendikbud saat itu mendapat opini disclaimer.
"Kalau saya dulu kan enggak, dulu kan masih disclaimer, kemudian kita melakukan pembenahan di dalam, saya tak mau jadi bumper dari dirjen yang umpamanya kalau mereka lakukan kesalahan, sehingga mereka lakukan perbaikan-perbaikan saat BPK datang memeriksa, dan memang sewajarnya. WDP atau WTP itu memang apa adanya walaupun ada kesalahan," ujar dia.
Karena itu, menurut Haryono, saat ini momen yang tepat untuk membuat perubahan di tubuh inspektorat jenderal. Bahkan, kalau perlu, irjen yang tidak berperan sebagai pengawas harus diganti. Predikat baik dari BPK pun, menurut dia, perlu ditelaah kembali apakah itu betul demikian.
"Irjen-irjen yang selama ini menjadi bumper para dirjen itu harus diganti, sehingga terjadi perbaikan. Coba dilihat kembali mereka-mereka itu dapat WTP-nya dari mana. Mengapa terjadi demikian. Bukan suudzon, tapi ini kan tidak baik, ini kan uang negara," ucap dia.