REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana, Mudzakkir mengatakan, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) termasuk kasus yang unik. Pasalnya, kata dia, kedua lembaga adalah memiliki tugas yang sama, yakni sebagai lembaga pengawas.
"Ini yang menjadi masalah adalah keduanya adalah lembaga yang bertugas mengawasi," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (28/5).
Mudzakir menilai, pengawasan yang dilakukan BPK sebagai lembaga pengawas yang mengawasi praktek penyelenggaraan negara harus memiliki kajian meta analisis. Kajian tersebut, kata dia, bisa diterapkan untuk dijadikan evaluasi hasil audit BPK.
Menurut Mudzakkir, yang perlu dibenahi dalam pengawasan BPK adalah status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang dianggap spesial. WTP, kata dia, seharusnya adalah penilaian yang tidak dianggap adalah sesuatu yang spesial.
Selain itu, kata dia, yangg menjadi masalah adalah ukuran WTP yang belum objektif. "Kalau itu (WTP) ukurannya objektif, mau ditangani oleh siapa pun, kalau tidak ya tidak, kalau iya ya iya," jelasnya.
Sebelumnya, dua Auditor BPK tertangkap saat KPK melakukan OTT. Hasil konferensi pers yang digelar KPK, Sabtu (27/5), KPK menjelaskan kronologi pengamanan enam orang di kantor BPK dengan inisal ALS sebagai Auditor BPK RI, RS pejabat Eselon satu di BPK, JDP Eselon tiga di Kemendes PDTT dan Sekertarisnya RS serta satu orang satpam.