REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri menyatakan pada Senin (29/5) bahwa 11 Warga Negara Indonesia yang berada di Marawi, Filipina, tidak terlibat dalam insiden baku tembak antara tentara Filipina dengan kelompok bersenjata di Kota Marawi.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menyatakan pada Senin bahwa tidak ada laporan bahwa para WNI tersebut terlibat konflik di kota Marawi.
"Mereka ini adalah anggota Jamaah Tabligh yang melakukan khuruj, berdakwah selama 40 hari, di Filipina. Kebetulan markas JT di Filipina ada di Marawi," kata Iqbal dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta.
Keberadaan para WNI itu pun diketahui oleh aparat keamanan Filipina karena secara resmi mereka telah diinfokan dan dilaporkan kepada aparat keamanan setempat, ucap Iqbal.
Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan agar kesebelas WNI yang kini berada di Kota Marawi, Mindanao, Filipina dapat segera dipulangkan ke Tanah Air.
Pada Selasa malam (23/5), Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao, menyusul baku tembak antara tentara Filipina dengan kelompok bersenjata di Kota Marawi.
Seperti dilaporkan oleh media lokal Filipina, mengutip baku tembak terjadi ketika polisi dan tentara bergerak untuk melaksanakan perintah penahanan seorang pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Kelompok Maute kemudian menyerbu Kota Marawi sebagai bentuk respon atas rencana penahanan tersebut.
Status darurat militer tersebut diharapkan tidak berdampak terhadap keselamatan tujuh WNI yang saat ini masih disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina, ujar Iqbal.