REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Terorisme Supiadin Aries Saputra menekankan dalam Revisi UU Terorisme nantinya menitikberatkan pada upaya preventif atau pencegahan tindakan terorisme. Namun, Supiadin menegaskan RUU mengatur persyaratan tertentu terkait pencegahan.
Hal ini kata Supiadin dimaksudkan agar tidak sembarang bagi penegak hukum melakukan penangkapan terhadap seseorang dengan dalih pencegahan.
"Untuk mengatakan diduga itu ada syaratnya. Nggak bisa kita diduga dengan laporan perorang saja nanti kita memprasaratkan pada pasal-pasal pencegahan ini berlaku sarat. Misal diduga syarat paling tidak ada laporan intelejen yang menyatakan atau indikasi," katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan pada Senin (29/5).
Menurutnya, dengan begitu penangkapan terhadap terduga tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Baru setelahnya, bisa dilanjutkan dengan penyelidikan.
Supiadin mengungkap, alasan norma pengetatan dalam upaya pencegahan sebagai upaya menghormati hak asasi manusia, agar pencegahan terorisme tidak berujung pada upaya penangkapan sewenang-wenang.
"Kita tidak ingin rakyat kita menjadi korban penangkapan sewenang wenang karena hanya diduga tanpa ada dasar yang kuat," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI tersebut mengungkap RUU terorisme juga akan memasukan konsep penindakan yang melibatkan sejumlah institusi tak hanya Polri yakni TNI. Ia mengungkap dalam pemberantasan tersebut TNI akan disinergikan dengan Polri.
"Ke depan itu kita menilai ingin memberi peran kepada TNI bahwa ancaman kepada suasana kamtibmas tetapi sudah mengarah kepada ancaman negara ini yang penting," katanya.
Selain itu, RUU juga akan memasukkan konsep rehabilitasi kepada penanganan korban baik luka berat, tewas termasuk kerusakan bagunan akibat terorisme.
"Disini diperlukan kehadiran negara. Dengan UU yang baru nanti kita akan melihat begitu nyata kehadiran negara yang selama ini dituduh tidak dihadir," ujarnya.