Selasa 30 May 2017 03:19 WIB

Bulgaria Tuduh Perusahaan Makanan Multinasional Lakukan Diskriminasi

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Hazliansyah
Perdana Menteri (PM) Bulgaria, Boyko Borissov
Foto: novinite.com
Perdana Menteri (PM) Bulgaria, Boyko Borissov

REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Bulgaria menuduh perusahaan multinasional menjual makanan dengan kualitas lebih rendah di negara mereka daripada negara-negara lain di Eropa. Menteri Pertanian, Makanan, dan Kehutanan Bulgaria, Rumen Porozhanov, telah meluncurkan uji rasa dan mengirim para ahli untuk pembuktiannya.

"Pekan depan, kami akan membeli produk identik yang dijual di pasar Bulgaria dengan rantai besar di negara lain Eropa, kemudian memulai analisisnya," ujar Porozhanov.

Ia mengklaim perusahaan makanan menggunakan bahan berkualitas rendah untuk produk yang dijual di Eropa tengah dan timur, termasuk Bulgaria, dibandingkan yang dipasarkan di Jerman, Austria, dan Inggris. Produk yang termasuk dalam analisis Bulgarian Food Safety Agency adalah cokelat, susu, daging, minuman non-alkohol, jus, dan makanan bayi.

Perdana Menteri Bulgaria yang baru terpilih, Boyko Borissov, menduga adanya perbedaan kualitas itu sebagai warisan perang dingin. Ia menyebut hal itu menghina dan tidak dapat diterima, dalam komentar yang ia lontarkan kepada wartawan usai pertemuan khusus kabinet Bulgaria.

"Mungkin ini sisa-sisa apartheid. Untuk beberapa bangsa, makanan harus berkualitas lebih tinggi dan untuk yang lain, di Eropa Timur, dengan kualitas lebih rendah," ungkap Borissov.

Tidak jelas bukti apa yang mungkin ada di balik klaim Bulgaria. Saat diminta memberikan penjelasan, juru bicara Lembaga Keamanan Pangan Bulgaria mengatakan masih mengumpulkan sampel untuk melakukan penelitian dan hasil penelitian baru tersedia sekitar 30 Juni.

Keluhan tersebut mengikuti tuduhan serupa dari pemerintah Hungaria, Republik Ceko, dan Slovakia. Februari silam, otoritas keamanan makanan Hungaria mengungkap temuan bahwa Nutella yang dijual di supermarket Hungaria tidak sebaik merek sama di Austria, dilansir dari laman The Guardian.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement