REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Para rohaniawan mendesak polisi Jayapura agar segera mengungkap kasus pembunuhan beruntun yang mencuat pada Mei 2017. Kasus ini terus meresahkan warga jika pelakunya belum ditangkap.
"Kami minta polisi agar segera usut dan tangkap para pelaku kekerasan di Jayapura dan sekitarnya, yang membunuh dosen Uncen, wanita di Perumnas III, agar ditangkap dan proses hukum," kata Ketua Umum Badan Pelayan Pusat (BPP) Pengurus Persatuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGGBP)Pendeta Socrates Sofyan Yoman di Jayapura, Selasa.
Menurut dia, aparat berwajib jangan hanya mengkambinghitamkan kelompok tertentu serta membiarkan isu SARA berkembang di Papua sehingga kerukunan yang telah tercipta dan terjalin dengan baik bisa menjadi rusak.
"Jangan kriminalisasi siapa pun atau pihak mana pun dalam persoalan kekerasan dan jangan biarkan tindakan rasisme terjadi. Polisi tidak boleh biarkan kekerasan terjadi di depan mata, tapi buktikan dengan kerja yang profesional," kata Socrates.
Presiden Badan Pekerja Pusat (BPP) Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Indonesia di Papua, Pendeta Dorman Wandikbo mengatakan, pihak gereja mempunyai kewajiban untuk menjaga dan merawat umat atau jemaatnya agar terhindar dari berbagai persoalan, termasuk menegur dari perbuatan yang tidak berkenan.
"Kami ada untuk menjaga jemaat dan umat kami. Orang Papua selalu hidup dalam kedamaian, harapannya stigma kekerasan tidak dibuat, tanpa bantuan aparat keamanan kami hidup aman dan tentram, tapi kami desak agar kekerasan ini diungkap," kata Dorman.
Sementara itu, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) Papua Pendeta Benny Giay mengaku kecewa dengan adanya dua warga yang menjadi korban akibat dari kasus kekerasan di Perumnas II Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura.
"Polisi terkesan tidak hadir di tengah masyarakat, biarkan terjadi kekerasan. Saya kira ini persoalan yang harus diungkap dan jangan ada pilih kasih soal penanganan kasus kekerasan," katanya.
Pada bulan ini, tercatat terjadi sejumlah kasus kekerasan yang berujung korban tewas yakni pembunuhan DR Suwandi, dosen dari Kampus Universitas Cenderawasih pada Kamis (11/5) sekitar pukul 00.30 WIT di tikungan jalan pramuka kawasan Bumi Perkemahan (Buper) Waena.
Pada Jumat (19/5) sekitar 05.30 WIT, Ny Thresia Lampyompar (42) ditemukan tewas dengan posisi telungkup di dalam selokan di depan PLTD Waena, Perumnas II, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram. Korban bekerja sebagai pedagang makanan di depan RS Dian Harapan Waena.
Kemudian, aksi kekerasan lainnya yang menimpa Pius Kulua (40) yang terjadi saat ia bersama saudaranya Yuwenus Kulua (25) melintas di dekat rumah duka tempat jenasah Teresia Lampyompar (42) yang menjadi korban penganiayaan hingga tewas pada Jumat (19/5).
Pius Kulua tewas setelah dianiaya oleh sekelompok orang, sementara saudaranya Yuwenus Kulua menderita luka-luka. Kasus yang menimpa Pius Kalua sempat membuat kawasan Perumnas II Waena dan sekitarnya tegang, karena antarkelompok warga dikabarkan hampir terjadi aksi saling serang, karena salah paham.