REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap, red notice atau perintah penangkapan yang dikeluarkan Polda Metro Jaya untuk memboyong Habib Rizieq kembali ke Indonesia berlebihan. Terlebih, tidak ada urgensinya perkara Rizieq untuk cepat disidangkan.
"Tidak ada urgensinya perkara ini (chat antara HRS dan FH) cepat disidangkan. Karena itu, red notice menjadi sesuatu yang berlebihan," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/5).
Fickar melanjutkan, meskipun sudah dinyatakan sebagai tersangka, jika dilihat substansi perkaranya, bukan merupakan kasus membahayakan, merugikan negara atau mengganggu kepentingan umum. Maka dari itu perkara tersebut menurutnya tidak mendesak disidangkan dan red notice dianggap berlebihan.
"Meskipun sudah dinyatakan sebagai tersangka, jika melihat substansi perkaranya, bukan merupakan perkara yang membahayakan negara atau merugikan negara atau mengganggu kepentingan umum," terang Fickar.
Diberitakan sebelumnya, Penyidik Polda Metro Jaya segera menerbitkan red notice terhadap tersangka dugaan percakapan dan foto pornografi pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Interpol.
"Penyidik akan membuat surat perintah penangkapan besok (Selasa)," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Jakarta, Senin (29/5).
Argo mengatakan, penyidik kepolisian mengambil prosedur untuk menangkap Rizieq yang menghindar dari panggilan polisi karena terindikasi berada di Arab Saudi. Ia mengemukakan Polda Metro Jaya akan berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri guna mencari Rizieq. Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri yang akan meneruskan red notice atas nama Rizieq kepada Interpol.
Baca juga, Ini Tujuan Habib Rizieq ke Luar Negeri.