REPUBLIKA.CO.ID, YUNANI -- Menteri keuangan (Menkeu) Yunani, Euclid Tsakalotos, telah memperingatkan bahwa tidak ada alasan bagi negara tersebut untuk tidak mendapatkan dana bailout tahap selanjutnya.
Dilansir BBC, Selasa (30/5), Tsakalotos mengatakan bahwa pemerintah Yunani telah 'melakukan perannya'. "Bola sangat bergantung pada kreditor kita dan IMF," katanya menambahkan.
Pekan lalu, pembicaraan antara menteri keuangan zona euro yang bertujuan untuk membahas serangkaian pinjaman lanjutan untuk Yunani telah bocor ke publik. Tsakalotos mengatakan kesepakatan pada pertemuan berikutnya di bulan Juni menjadi mendesak.
"Tidak ada alasan untuk tidak mendapatkan kesepakatan keseluruhan bahwa ekonomi Yunani sangat membutuhkan upaya untuk mengakses pasar," katanya.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah Yunani telah melakukan cukup banyak upaya reformasi ekonomi sebagai syarat untuk menerima pinjaman sebesar 7,5 miliar euro (setara 6,4 miliar poundsterling atau 8,3 miliar dolar AS) ditambah keringanan pembayaran utang.
Uang tunai sangat penting bagi Yunani untuk menghindari default pembayaran utang yang jatuh tempo pada Juli 2017. Untuk mengamankan dana tersebut, negara harus memberlakukan serangkaian reformasi ekonomi.
Sebagai bagian dari ini, awal bulan ini parlemen Yunani menyetujui paket baru langkah-langkah penghematan, termasuk kenaikan pajak dan pemotongan lebih lanjut untuk pensiun yang akan dilaksanakan pada 2019-2020.
Tsakalotos mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan bagian dari apa yang dijanjikannya.
Sebuah kesepakatan dilaporkan akan digelar karena Dana Moneter Internasional (IMF) dan Jerman berselisih mengenai bagaimana membantu meringankan utang Yunani setelah program penyelamatan berakhir tahun depan. Partisipasi IMF dalam bailout terbaru Yunani bergantung pada penyelesaian masalah ini.
Tsakalotos mengatakan bahwa zona euro akan mendapat keuntungan dari kesepakatan yang membantu Yunani kembali ke pasar obligasi lagi. "Tidak ada gunanya masuk program jika tujuannya bukan untuk meninggalkan program dan meninggalkan program seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab negara debitur tapi juga negara kreditor," katanya menambahkan.