Selasa 30 May 2017 15:52 WIB

Nasyiatul Aisyiyah Beri Jaminan Penangguhan Ibu Nuril

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Muhammad Fakhruddin
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus yang menimpa Ibu Baiq Nuril (36 tahun) yang didakwa dengan UU ITE No 11 tahun 2008 pasal 27 ayat 1 dinilai sebagai kekeliruan dalam menafsirkan hukum. Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) NTB menilai Ibu Nuril hanyalah korban pelecehan verbal dari mantan kepala sekolahnya sendiri dan harus mendekam dalam penjara yang mengakibatkan anak-anaknya terlantar dan kehilangan kasih sayang.

"Yang sesungguhnya penyebarluasan informasi tersebut bukan faktor kesengajaan dan bukan dilakukan langsung oleh yang bersangkutan," kata Ketua PWNA NTB Humairah dalam siaran persnya Selasa (30/5).

Oleh karena itu, Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah NTB dengan ini menyatakan sikap terkait kasus ini dengan  menyampaikan rasa simpati yang setulus-tulusnya kepada Ibu Nuril sebagai seorang korban pelecehan. "Sebagai ibu dari 3 orang anak yang masih kecil-kecil, sebagai perempuan yang diabaikan hak-haknya, namun malah didakwa dengan tuntutan yang mengabaikan rasa kemanusiaan dan keberpihakan pada perempuan, yang sesungguhnya merupakan korban yang wajib diberikan perlindungan," ujarnya.

Humairah juga menyayangkan dan mengutuk tuntutan sidang yang menjerat Ibu Nuril dengan alasan menyebarluaskan dan mentransmisikan rekaman elektronik asusila, yang pada kenyataannya, dari kronologis kejadian, bukanlah Ibu Nuril yang melakukan hal tersebut. "Pun sesungguhnya hal itu menjadi sesuatu yang lumrah jika rekaman tersebut mengandung muatan-muatan yang berindikasi pada ketidakadilan dan pelakuan yang merendahkan, apalagi melecehkan," katanya.

Sebagai organisasi yang bergerak di bidang pengembangan dan advokasi perempuan dan anak, Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah NTB memberikan jaminan untuk penangguhan hukuman untuk kebebasan Ibu Nuril mengingat bahwa ibu Nuril memiliki tiga orang anak yang harus diurus dan dipenuhi hak-hak dasar mereka untuk tetap bersama dan mendapatkan kasih sayang dari ibunya.

Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah mendukung penuh upaya Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah NTB dalam rangka melakukan advokasi kepada Ibu Baiq Nuril. "Ibu Baiq Nuril adalah korban kekerasan seksual dan sekaligus juga korban kekerasan sistemik penegakan hukum di Indonesia sehingga harus didampingi. Dalam semangat gerakan Muhammadiyah, visi Al Ma'un adalah melakukan pembelaan kepada kaum mustadz'afin yaitu orang-orang yang lemah dan harus dibela. Maka sejalan dengan program massifikasi advokasi perempuan dan anak, maka setiap kader Nasyiah beserta organisasinya harus pro aktif melakukan pembelaan," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini.

Kasus Nuril bermula pada tahun 2012 pelapor (atasan Ibu Nuril) yang menelpon Ibu Nuril dengan maksud menceritakan pengalaman pribadinya yang memuat konten vulgar dan bermuat pelecehan seksual. Saat terjadi pelecehan seksual, Nuril sigap saja merekam pembicaraan cerita mesum telpon yang dilakukan atasannya. Tahun 2014 ponsel yang untuk merekam itu oleh seseorang berinisial IM disebarluaskan.

Atas dasar tersebarnya rekaman telpon tersebut, Nuril dilaporkan oleh pelapor yang justru adalah atasannya yang melakukan pelecehan seksual kepada Nuril. Nuril ditetapkan menjadi tersangka atas tuduhan Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 UU ITE.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement