Selasa 30 May 2017 16:14 WIB

DPR dan Pemerintah Sepakat Bahas RUU Jabatan Hakim

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Trimedya Panjaitan.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, Trimedya Panjaitan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR bersama pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja), untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jabatan Hakim. Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan sebagai pemimpin rapat kerja antara Komisi III dengan pemerintah, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/5) kemarin, mengatakan telah menyepakati kemungkinan besar rapat Panja RUU Jabatan Hakim akan dilakukan pada pertengahan Juni nanti.

Politikus PDI Perjuangan ini menerangkan, pada tingkatan Panja akan dibahas secara dalam terkait setiap substansi pasal-pasal yang termaktub pada rancangan perundangan ini. “DIM berjumlah 389, setelah penyisiran sebanyak 205 DIM tetap, redaksional 45 DIM, substansi 109 DIM, subtansi baru 27 DIM, dan jumlah DIM yang bersifat mohon penjelasan sebanyak 3 DIM,” kata anggota dewan dari dapil Sumut itu dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (30/5).

Dalam kesempatan ini, pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, perwakilan Kementerian Pemdayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi, serta perwakilan Kementerian Keuangan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan, pemerintah menyambut baik usulan RUU Jabatan Hakim. Menurutnya, selama ini, jabatan hakim belum diatur secara komprehensif.

“Hakim merupakan pejabat negara yang perlu menjaga integritas dan profesionalitas. Jabatan hakim perlu diatur dalam undang-undang. Secara prinsip, pemerintah sependapat dengan undang-undang ini,” kata Yasonna.

Agar menghasilkan undang-undang yang komprehensif, Yasonna menyampaikan tiga poin pokok yang harus dicermati dalam pembahasan RUU. Pertama, RUU Jabatan Hakim harus memperhatikan penentuan status dan kedudukan hakim sebagai pejabat negara. “Selama ini, kedudukan hakim sebagai pejabat negara masih berpola sebagai PNS (pegawai negeri sipil),” ucapnya.

Kedua, dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi, kata dia, beberapa materi sudah diputus berdasarkan Putusan MK Nomor 43, yang membatalkan norma seleksi hakim oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Ketiga, RUU Jabatan Hakim harus memperhatikan lingkup kewenangan lembaga berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tercantum secara tegas mengenai tugas, fungsi, wewenang, serta peran masing-masing warga negara.

Sebelumnya, Trimedya juga menjelaskan juga beberapa poin krusial dalam RUU yang menjadi usul inisiatif DPR ini. Di antaranya, menambahkan Hakim Militer dalam Ruang lingkup Jabatan Hakim. Berikutnya, mengubah pengaturan pendelegasian mengenai kode etik dan pedoman perilaku hakim dari yang semula diatur oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menjadi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kemudian, Hak Hakim yang diberikan secara proporsional sesuai dengan kedudukan Hakim di lingkungan peradilan dan kemampuan keuangan negara, menambahkan KY sebagai lembaga yang akan bersama-sama dengan MA melakukan uji kompetensi dan kelayakan dan menentukan lulus atau tidaknya calon hakim tinggi, dan beberapa poin lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement