REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasehat Hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Kapitra Ampera mempertanyakan alat bukti yang dijadikan dasar penetapan HRS sebagai tersangka. Kapitra mengatakan, dalam penyidikan kasus, keterangan saksi yang diperiksa yaitu Firza Husein (yang juga menjadi tersangka), Muchsin Alatas, dan Fatimah (Kak Emma) telah membantah pengetahuannya tentang tuduhan tersebut.
"Bahkan, Fatimah menyatakan bahwa ia ditekan secara psikologis dan digiring oleh penyidik untuk mengakui apa yang dituduhkan terhadap Habib Rizieq. Lantas keterangan saksi mana yang dijadikan dasar alat bukti bagi penyidik dalam menetapkan Habib Rizieq sebagai tersangka," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Republika.co.id, Selasa (30/5).
Kapitra menjelaskan, bukti selanjutnya yang digunakan oleh penyidik adalah chat yang diduga berkonten pornografi. Bukti foto dengan tampilan screenshot, kata dia, yang diduga merupakan percakapan antara Habib Rizieq dan Firza Husein tersebut telah dibantah dengan tegas oleh yang bersangkutan dan dinyatakan merupakan rekayasa.
"Asli ataupun tidak asli, bukti tersebut merupakan alat bukti yang tidak sah karena diperoleh dengan cara yang tidak legal," katanya.
Kapitra mengatakan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 dinyatakan bahwa penyadapan yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang ditentukan oleh Undang-Undang adalah tidak dibenarkan agar tidak terjadi pelanggaran HAM sebagaimana telah dijamin UUD 1945. Penyidik dalam hal ini telah menggunakan alat bukti rekaman yang diduga milik Firza Husein, dan foto percakapan yang diduga melibatkan Habib Rizieq secara tidak sah (illegal).
"Maka telah nyata adanya pelanggaran terhadap due process of law yang merupakan refleksi dari prinsip negara hukum yang dianut Negara Indonesia," jelasnya.