Selasa 30 May 2017 21:37 WIB

Pangi: Penambahan Pimpinan DPR, MPR dan DPD Tidak Tepat

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bayu Hermawan
Gedung DPR
Gedung DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, penambahan kursi pimpinan DPR menjadi 7 kursi, pimpinan MPR menjadi 11 kursi dan pimpinan DPD menjadi 5 kursi dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) adalah suatu yang kurang tepat. Karena wacana penambahan kursi tersebut jelas-jelas mencoreng arang di dahi di lembaga itu sendiri.

"Saya kira tak pantas DPR meminta penambahan kursi pimpinan disaat kinerja lembaga tersebut tak henti-hentinya disoroti, seringkali blunder dan mendapat kritikan, belum lagi capaian produktivitas menghasilkan undang-undang tergolong masih rendah (prolegnas)," kata Pangi dalam keterangan tertulis pada Republika.co.id, Selasa (30/5).

Pangi mengungkapkan, argumentasi yang menjadi dasar penambahan kursi pimpinan lembaga negara tersebut masih lemah dan dipastikan wacana tersebut akan mengalami patahan di tengah jalan. Menurut Pangi, ada beberapa alasan mengapa kelompok masyarakat menolak penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD tersebut.

"Pertama, penambahan kursi pimpinan lembaga tersebut tidak penting dan lebih terkesan bagi-bagi kursi elite yang tamak kekuasaan semata. Apakah dengan begitu menjamin peningkatan kinerja serta menghasilkan produk undang-undang yang secara kuantitas dan kualitas bermutu?," ujarnya.

Kedua, terus Pangi, wacana penambahan kursi pimpinan DPR hanya akan memicu sintemen negatif, politisi yang tidak mau mendengar arus bawah, pura-pura tuli serta cuek bebek, pertaruhannya jelas tidak main-main, merugikan citra institusi DPR secara lembaga.

Selama ini, kata dia, DPR sudah bersusah payah membangkitkan kembali animo kepercayaan publik (trust bulding) namun dengan menguatnya wacana tersebut, jelas masyarakat kembali dis-trust terhadap lembaga tersebut.

Dia menyatakan, penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD jelas ujungnya pemborosan dan pada akhirnya cukup menguras dan membebani APBN, momentumnya tidak tepat disaat pemerintah judulnya sedang ikat pingang menghemat dan memangkas anggaran di beberapa kementerian.

"Memang iya sangat penting untuk partai, namun belum untuk rakyat. Saya pikir, wacana ini perlu dipertimbangkan lagi secara hati-hati, masak-masak dan matang (demokrasi disensus), karena belakangan santer mendapat kecaman dan penolakan keras dari masyarakat," tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement