REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK akan menelusuri penghubung antara Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). KPK menduga penghubung itu berada di Kemendes PDTT.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan penyidik akan melihat siapa saja di Kemendes PDTT yang berwenang dan bertugas untuk menjalin hubungan dengan auditor. "Apakah yang berwenang di kesekjenan atau inspektorat juga. Itu yang akan dipelajari," kata dia di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (30/5).
Febri mengatakan penelusuran ini untuk memastikan terkait adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ada indikasi kasus dugaan suap ini dilakukan secara bersama-sama.
Febri juga mengungkapkan KPK hingga saat ini masih menggali sumber uang yang digunakan tersangka dari Kemendes PDTT. Khususnya uang yang ditemukan di ruang auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri. Jika sumber uang tersebut berasal dari pihak lain maka KPK akan menindaklanjutinya sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Untuk sumber dana indikasi suap yang sekitar Rp 240 juta itu, kami akan melihat uang ini sebenarnya dari mana. Apakah berasal dari orang-orang tertentu, dari pihak pemberi saja atau ada sumber lain," kata Febri.
Dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (26/5) pekan lalu, KPK mengamankan enam orang dari kantor BPK dan satu orang dari kantor Kemendes. Empat dari tujuh yang diamankan ini ditetapkan sebagai tersangka dan sisanya dilepas usai diperiksa.
Empat tersangka tersebut adalah Sugito selaku inspektur jenderal Kementerian Desa PDTT, Jarot Budi Prabowo selaku pejabat eselon III Kemendes PDTT, Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri, dan auditor BPK Ali Sadli.
Keempatnya sudah ditahan. Tersangka Sugito dan Jarot ditahan di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Pusat, tersangka Rochmadi ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Timur dan tersangka Ali di rutan cabang KPK di Guntur.
Dari hasil operasi ini, KPK juga menyita Rp 40 juta, Rp 1,145 miliar, dan tiga ribu dolar AS. Uang tersebut diduga sebagai dana suap pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kemendes PDTT.