REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May, Senin, mengatakan siap untuk meninggalkan perundingan Brexit tanpa kesepakatan dengan Uni Eropa jika kesepakatan tersebut tidak cukup baik.
"Kami akan berada di sana untuk menegosiasikan kesepakatan yang tepat tapi apa yang saya katakan adalah bahwa tidak ada kesepakatan yang lebih baik daripada kesepakatan yang buruk. Kami harus siap untuk keluar," katanya saat wawancara dengan Sky News.
Warga Inggris memilih sebuah pemerintahan baru dalam waktu sepuluh hari saat jajak pendapat menunjukkan partai konservatif May unggul tipis atas pesaingnya, Partai Buruh. Sebelumnya, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan Inggris akan diperlakukan dengan adil oleh Uni Eropa setelah keluar dari kelompok tersebut, namun Brexit tetap memiliki dampak.
Inggris secara resmi mengumumkan niat meninggalkan kelompok 28 negara tersebut pada Maret dan menyatakan keinginannya tetap menjaga hubungan dekat dengan Uni Eropa saat keluar. Baru-baru ini, Merkel berulang kali menyatakan bahwa Inggris pasti tahu negara itu tidak bisa mengharapkan hubungan sedekat dulu lagi jika sudah tidak menjadi anggota.
Pada bulan lalu, Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble mengatakan Inggris harus mengerti bahwa London tidak akan memiliki kelebihan daripada 27 sejawatnya di Uni Eropa begitu perundingan mengenai pengeluaran negara itu (Brexit) dari kelompok tersebut selesai.
"Tidak ada makan siang gratis," kata Schaeuble kepada Funke Media Group, menggunakan ungkapan bahasa Inggris, "Orang Inggris pasti tahu itu."
Kanselir Angela Merkel juga memperingatkan warga Inggris tidak menipu diri bahwa mereka akan terus menikmati hak Uni Eropa setelah Brexit dan bersikeras bahwa kelompok tersebut hanya akan menyepakati masa depan hubungan dengan London setelah mereka memutuskan kesepakatan keluar.
Sementara itu, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengumumkan Uni Eropa akan mengeluarkan pedoman soal perundingan pemisahan Inggris dari Uni Eropa. Dengan menggarisbawahi bahwa "sebagian besar masyarakat Eropa, termasuk hampir setengah pemilih Inggris berharap kita tetap bersama, tidak terpisah",