REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski populasi umat Islam minoritas di Austria, hubungan Muslim dengan Austria memiliki karakter yang unik. Selama bertahun-tahun sebagai pusat kekaisaran Austro-Hungaria, Austria erat dengan umat Islam di Balkan.
Umat Islam di Autria selama ini hampir tidak pernah bermasalah dengan negara Eropa lainnya. Sesuai Undang-undang Tahun 1867 negara menjamin penghormatan terhadap semua agama di seluruh kekaisaran, memberi umat Islam hak mendirikan masjid dan mempraktikkan agama mereka.
Muslim juga menduduki posisi yang baik dalam dinas sipil Austria dan membangun masjid pertamanya di Wina pada 1887 dengan bantuan biaya dari pemerintah.
Meskipun bukan agama mayoritas, dengan undang-undang tersebut umat Islam diberikan hak istimewa termasuk hak mengatur dan mengelola urusan masyarakat secara independen melalui dewan kota dan membuat dana abadi umat Islam.
Bahkan, pada 1919 hak utama dan hak istimewa semakin ditingkatkan dengan ditandatanganinya Kesepakatan Saint Germaint. Kesepakatan ini menyebutkan, Pemerintah Austria menjanjikan perlindungan bagi kaum minoritas dan menegaskan hak setiap warga negara dapat memiliki jabatan penting tanpa melihat agama dan etnis.
Kesepakatan ini kemudian diperkuat dengan Undang-undang tentang Komunitas Konfesian Agama Tahun 1998. Islam diakui secara konstitusional sebagai agama setelah sidang parlementer di Majelis Tinggi dan Majelis Rendah pada 1912. Undang-undang ini dibuat untuk menghapus hukum Islam yang dibuat Kaisar Franz Joseph I.
Undang-undang ini juga menjadi dasar pengakuan Islam memiliki badan keagaaman Islam yang berbentuk badan hukum publik yang diakui pada 1979. Dengan adanya badan keagamaan ini presiden, wakil, dan guru agama menjadi orang yang berwenang. Pemerintah kemudian kembali mengamandemen hukum Islam pada 1989, amandemen ini pun kembali meningkatkan hak istimewa umat Islam.
Di antara hak itu antara lain Muslimah diizinkan mengenakan jilbab di tempat kerja dan upacara publik, siswa diizinkan berjilbab, dan Muslim berhak mendapat pengajaran Islam di sekolah negeri atau militer. Tentara Muslim Austria pun mendapatkan hak merayakan liburan Idul Fitri dan Idul Adha.