REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Penduduk pria berusia di atas 85 tahun memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di Australia, jauh melebihi kasus bunuh diri di kalangan remaja. Demikian data terbaru yang dirilis Biro Pusat Statistik Australia (ABS) 2015.
Tingkat bunuh diri di kalangan pria berusia 85 ke atas adalah 39,3 kasus per 100.000 orang. Sementara pada wanita dengan usia yang sama, tingkat bunuh dirinya adalah 5,7 kasus.
Sebagai perbandingan, tingkat bunuh diri di kalangan remaja pria 15-19 tahun sebesar 11,8 kematian per 100.000 orang. Namun kasus bunuh diri menyumbang 28,6 persen dari semua penyebab kematian pada kelompok usia remaja ini.
Data ini mengungkapkan tingkat bunuh diri perempuan tertinggi terjadi pada kelompok usia 45-49 tahun, yaitu 10,4 kematian per 100.000. Sedangkan tingkat kematian terendah di kalangan wanita adalah mereka yang berada di kelompok usia 65-69 tahun, yakni sebesar 4,5 kematian per 100.000 orang.
Profesor Paul Komesaroff dari Monash University mengatakan kurangnya dukungan merupakan sebagian penyebab buruknya kualitas kesehatan mental penduduk Australia yang berusia lebih tua. "Orang tua sering disalahkan karena menyerap jumlah sumber daya kesehatan kita yang tidak proporsional," katanya.
"Anggapan seperti ini telah membentuk masyarakat yang lebih keras dan lebih kejam selama ini," kata Prof Komesaroff.
"Terjadi pengurangan dukungan yang tersedia bagi orang lanjut usia," tambahnya.
Menurutnya, warga Australia yang lebih tua banyak yang berpikir lantaran tidak lagi seproduktif seperti dulu, mereka tidak punya banyak harapan lagi untuk hidup. "Mereka mungkin memberitahu dokter mereka tidak ingin pengobatan mereka diperpanjang,” katanya.
"Bukan karena takut kehilangan kemampuan atau kapasitas mereka, tapi karena tidak mau membebani masyarakat lainnya. Itu rasa tanggung jawab mereka. Tentu saja itu tragedi mengerikan karena mereka merupakan kelompok yang sebelumnya menciptakan kekayaan," jelasnya.
Kelemahan
Secara terpisah, Profesor Henry Brodaty dari Center for Healthy Brain Aging, mengatakan banyak orang tua memiliki apa yang dia sebut "pikiran bunuh diri pasif". Pikiran seperti itu misalnya, "Saya akan sangat senang jika tidak bangun di pagi hari".
Dia mengatakan prihatin dengan sikap setia dan kebanggaan terhadap apa yang disebut "generasi terbesar". "Mereka tidak menemui psikolog, cenderung tidak mendapat perawatan psikologis," katanya.
"Jika mereka menemui dokter karena menderita depresi, kemungkinan besar mereka hanya ingin mendapat obat untuk depresinya tersebut," jelasnya.
"Orang tua lebih cenderung berada dalam kesakitan, yang merupakan faktor risiko dari demensia. Mereka lebih mungkin terisolasi dan berduka, yang merupakan faktor risiko lainnya," tambahnya.
Dan dia mengatakan banyak orang lanjut usia enggan masuk panti jompo. "Mereka merasa hidup mereka tidak terlalu lengkap lagi dan kadang merasa seperti dipenjarakan. Namun merasa tidak memiliki pilihan lain untuk perawatan mereka," katanya.
Harus seperti hotel
Namun, di kalangan warga pendatang atau migran, Prof Brodaty mengatakan sudah umum bagi anak-anak mereka untuk merawat orang tua di rumah sendiri. "Beberapa pasien saya asal Yunani atau Cina misalnya. Ikatan kekerabatan atau bakti mereka sangat kuat," katanya.
"Di banyak kebudayaan, ada rasa malu jika menempatkan orang tua di panti jompo. Bahkan jika Anda menggunakan layanan dan membawa perawat ke rumah," katanya.
Namun, Prof Brodaty mengatakan tidak ada bukti mengirim lansia ke panti jompo dapat memperburuk kesehatan mental mereka. Namun dia mengatakan memperbaiki kondisi di fasilitas panti bisa membantu kesehatan mental mereka.
"Salah satu yang sangat kami anjurkan adalah pendekatan perawatan menyeluruh yang berpusat pada individu, dimana kita memperlakukan lansia sebagai pribadi, mencoba menghormati hak dan keinginan mereka," katanya.
"Tak ubahnya seperti anda ke hotel resor dan memiliki daftar aktivitas yang ingin Anda lakukan. Anda punya pilihan kapan ingin makan, apa yang ingin Anda lakukan dan dimana Anda ingin melakukannya," jelas Prof Brodaty.
"Ketimbang orang yang dipaksa bangun pada waktu tertentu, mandi, diberi makan, didudukkan di ruangan pada siang hari bersama semua penghuni panti jompo lainnya," tambahnya.
Diterjemahkan pukul 17:30 WIB, 30/5/2017, oleh Iffah Nur Arifah. Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.