Rabu 31 May 2017 19:41 WIB

Ketua KY: Pancasila Benih Kekokohan Berbangsa

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciadia
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciadia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfrensi Nasional Etika Kehidupan Berbangsa kembali digelar. Acara konfrensi ini adalah acara ketiga yang diselenggarakan atas kerja sama Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Acara yang diadakan di ruang nusantara empat, Gedung DPR RI, Jakarta Pusat pada Rabu (31/5) ini dimulai sejak pukul 13.00 WIB dan dibuka dengan lantunan lagu Indonesia Raya yang diikuti oleh seluruh peserta. Ketua KY, Aidul Fitriaciada Azhari mengatakan, Ketetapan MPR sudah sangat jelas mengarah pada aktualisasi nilai etika Pancasila dalam setiap proses pembangunan bangsa. Ketetapan, ini kata dia sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh aparat negara, tapi juga seluruh masyarakat.

Ketetapan MPR tentang Etika Berbangsa, kata dia, sebelumnya telah disarankan untuk dijadikan acuan bagi seluruh warga Indonesia. Panasnya iklim berbangsa, lanjut dia, dapat diredam dengan etika yang berdasar pada dua hal, yaitu agama dan nilai luhur yang tercurah pada pancasila.

"Yang menjadikan kita sebagai bangsa yang kokoh karena memiliki ideologi yang bersumber dari sejarah dan budaya bangsa sendiri, yaitu Pancasila," ujar Aidul saat menyampaikan sambutan dalam acara konfrensi etika berbangsa yang diadakan di Gedung DPR pada Rabu (31/5).

Pancasila, menurut dia adalah sistem etika dan sistem tindakan yang bisa menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. "Kita semua bersama-sama memberikan sumbangsih pemikiran dalam merumuskan kebijakan tersebut demi meningkatkan sekaligus membangun mutu kehidupan berbangsa dan bernegara kita," ucap dia.

Menurut dia, bukan hanya Pancasila, agama juga dapat menjadi acuan dalam mempersatukan bangsa. Pancasila, kata dia adalah ideologi Indonesia yang mencangkup dan melindungi seluruh agama di Indonesia. Pancasila dan agama, lanjut dia juga tidak seharusnya dijadikan alat pemecah bangsa. "Sebaliknya, dua aspek tersebut seharusnya dijadikan alat pemersatu masyarakat," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement