REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginginkan bencana banjir bandang tidak lagi terjadi lagi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehingga ke depannya bukan hanya normalisasi sungai yang harus dilakukan dalam rangka mencegah banjir itu, tetapi harus ada penanganan yang serius terhadap sedimentasi yang terjadi di wilayah Teluk Kendari.
Wakil Ketua Komisi V Michael Wattimena, memimpin kunjungan spesifik dalam rangka peninjauan penanganan sarana dan prasarana infrastrusktur pasca bencana banjir bandang di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dia mengatakan bahwa ini yang harus disikapi pemerintah pusat dalam hal menyangkut dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Komisi V hadir di Provinsi Sulawesi Tenggara untuk melihat sejauhmana problematika yang dihadapi, dan apa yang menjadi bagian tanggung jawab kita, karena Daerah Aliran Sungai (DAS) itu adalah masuk di dalam wilayah sungai yang menjadi penanganan pembiayaan APBN," kata Michael Wattimena, dalam siaran persnya, Rabu (31/5)
Dijelaskan, bahwa pembangunan drainase adalah merupakan bagian dari tupoksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) . Dengan adanya Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Kerja Balai pada pasal 65 dijelaskan bahwa drainase itu juga menjadi tanggung jawab dan pembiayaan APBN. Ke depan, kata Wattimena, diharapkan dengan identifikasi yang terjadi di area kota ataupun area kabupaten yang menimbulkan banjir akibat drainase, dapat ditangani dengan baik.
"Masalah banjir bukan saja terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, akibat dari curah hujan yang begitu tinggi, dan juga faktor-faktor yang lainnya. Itu memang menjadi penyebab banjir yang dialami pada wilayah Republik Indonesia," tegasnya.
Sementara itu, Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Nur Ali menjelaskan, kaitan dengan banjir bandang di Kota Kendari, ada beberapa faktor yang harus disikapi. Tidak saja pada satu sektoral tetapi harus melibatkan pemangku kepentingan yang lainnya, karena ini ada lintas sektoral dalam rangka penanganannya.
Sebagaimana dikatakan Nur Ali, terjadinya banjir karena sedimentasi yang cukup banyak di Teluk Kendari, curah hujan yang sangat tinggi dan juga akibat dari berubahnya alih fungsi hutan yang menjadi pertanian atau perkebunan. "Akibatnya, tidak ada lagi daerah serapan, sehingga memudahkan terjadinya banjir di Kota Kendari," tutup Nur Ali.