Kamis 01 Jun 2017 09:25 WIB

Warga Gaza tak Bisa Nikmati Pantai karena Tercemar

Warga Gaza menikmati kebersamaan di tepi pantai Jalur Gaza.
Foto: Reuters/Suhaib Salem
Warga Gaza menikmati kebersamaan di tepi pantai Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Warga Jalur Gaza tak lagi bisa menikmati air laut yang berwarna biru dan udara bersih saat mereka pergi ke pantai dan tujuan yang paling sering dikunjungi selama musim panas akibat tingginya tingkat polusi.

Selain aroma tidak sedap yang datang dari banyak daerah di laut, air limbah mengalir ke laut sebelum disaring dengan baik oleh instalasi pengolahan limbah akibat kekurangan listrik. Pantai Gaza di Laut Tengah memiliki panjang 40 kilometer, tempat sembilan muara-limbah utama selain pantai daerah kantung yang terkepung dan memompa sebanyak 110 ribu liter air limbah per hari.

Sebagaimana dikatakan oleh para pejabat dan ahli, pemompaan air limbah sebanyak itu sebelum disaring sebagaimana mestinya, mengancam mencemarkan air laut dalam skala luas dan membuat warga Jalur Gaza kehilangan tempat rekreasi selama musim panas.

"Seluruh pantai berubah menjadi rawa yang tercemar dan kotor akibat air limbah yang tidak diolah," kata Pejabat Penerangan Lingkungan Hidup Jalur Gaza Khalid Abu Ghali.

Abu Ghali menjelaskan alasan utama di balik pencemaran ialah rendahnya kualitas proses pengolahan air limbah akibat krisis listrik. Ia menyatakan kota praja dipaksa membuang air limbah langsung ke laut dengan menggunakan pompa sebelum mencapai instalasi pengolahan.

Dinas Sumber Daya Alam dan Energi, yang dikuasai HAMAS, di Jalur Gaza mengatakan pada awal April instalasi pembangkit listrik di Jalur Gaza berhenti beroperasi total setelah kehabisan bahan bakar sampai pemberitahuan lebih lanjut. Mereka mengatakan tak bisa membeli bahan bakar lagi untuk instalasi tersebut kebanyakan gara-gara pajak yang diberlakukan Pemerintah Konsensus Palestina di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, atas bahan bakar. Akibatnya ialah harga bahan bakar naik tiga kali lipat.

Namun, Pemerintah Konsensus Palestina, pimpinan Perdana Menteri Rami Hamdallah, menyalahkan HAMAS, yang mereka gambarkan sebagai pemerintah de fakto di Jalur Gaza, atas krisis listrik di Jalur Gaza sejak pertengahan 2014. Namun, Jalur Gaza secara keseluruhan memerlukan 500 MW, sedangkan listrik yang saat ini tersedia cuma 210 MW, termasuk 120 MW yang dipasok oleh Israel dan 30 MW oleh Mesir.

Akibat ketidakmampuan pembangkit listrik, instalasi itu mengikuti dan menggunakan jadwal darurat bagi pasokan listrik sejak 2006. Jalur Gaza mengalami lingkaran delapan jam buat pasokan listrik, yang berarti listrik dipasok selama delapan jam lalu diikuti pemadaman selama delapan jam.

Tapi jika keadaan bertambah buruk, daerah kantung tersebut bisa mengalami lingkaran enam-jam atau bahkan kurang selama musim panas dan musim dingin, ketika warga memerlukan lebih banyak listrik. Direktur Perusahaan Limbah dan Air di Jalur Gaza Monzer Shablak mengatakan krisis serius aliran air limbah mungkin memaksa mereka menutup pantai dan melarang orang berenang selama musim panas tahun ini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement