REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Meski telah divonis hukuman mati, Halim Nasution alias Alem tak lantas berdiam diri. Dia semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan sang Pencipta.
Halim merupakan narapidana yang divonis mati oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai lantaran memiliki narkoba jenis sabu seberat 20 kg. Kini, hari-harinya di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tanjung Gusta Medan selalu diisi dengan kegiatan bermanfaat.
Dia aktif mengajarkan wargabinaan lain untuk solat. Halim juga menghabiskan waktunya untuk memakmurkan masjid, mulai dari membersihkan mesjid, menjadi muadzin hingga menjadi imam saat solat berjamaah di dalam areal Lapas.
"Ada satu amalan apabila mengamalkan amalan seperti saya ini akan lepas dari beban apa pun. Salah satunya, melaksanakan solat berjamaah," kata Halim, Jumat (2/6).
Pria yang sekarang berjanggut ini juga mengajak para wargabinaan lain untuk mengaji. Dia mengajarkan rekan sesama wargabinaannya cara membaca ayat suci Al Quran.
Halim mengaku perubahan yang dia alami ikut disebabkan oleh hukuman mati yang akan dia jalani. Berawal dari kesalahan yang dilakukannya, Halim terpanggil untuk memperdalam ilmu agama Islam seperti saat ini. Tahun ini merupakan tahun kedua dia menjalani hari-harinya di dalam Lapas.
"Yang membuat tegar itu, saya merasa semua orang kan harus mati. Tidak ada orang yang kekal hidup, siapa pun dia," ujar dia.
Halim Nasution merupakan warga Muara Sentosa, Sei Tualang Raso, Tanjung Balai. Bersama dua rekannya, yakni Guntur alias Ucok dan dan Didit Prayetno alias Wak Men, Halim dijatuhi hukuman mati di PN Tanjung Balai pada 23 September 2015. Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah membawa 20 kg sabu dari Malaysia.