REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Markus Nari memberikan pernyataan terkait dugaan dirinya disebut menghalangi proses penyidikan dan penuntutan berkaitan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KTP elektronik. Ia juga membantah tudingan KPK yang menilai dia memengaruhi terdakwa Irman dan Sugiharto serta tersangka dari anggota DPR Miryam S Haryani untuk tidak memberikan keterangan yang sebenarnya saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
"Saya tidak pernah menyuruh Miryam dan tidak pernah berkomunikasi untuk membatalkan BAP (berita acara pemeriksaan). Saya juga kaget ketika Miryam membatalkan BA," ujar Markus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat (2/6).
Karena itu, ia menilai tuduhan KPK terhadapnya disertai penetapan tersangka tersebut tidak benar. Ia pun berencana memberikan klarifikasi atas tuduhan tersebut ke KPK. "Saya akan sampaikan ke KPK," ujar Markus.
Terkait pencegahan bepergian ke luar negeri yang diajukan KPK kepadanya, anggota Komisi II DPR itu mengungkap hal tersebut merupakan hak dan kewenangan KPK. Namun ia menegaskan, pihaknya akan kooperatif terhadap proses yang ada di KPK. "Saya kira itu hak mereka dan saya juga tidak kemana-mana," kata Markus.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka terkait tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkap, Markus ditetapkan tersangka atas dua kasus yakni pertama, ia diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan kasus korupsi di sidang pengadilan Tipikor Jakarta kepada terdakwa Irman dan Sugiharto.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap tersangka Miryam S Haryani (MSH) dalam indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-el. Atas perbuatan tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Baca Juga: KPK Geledah Dua Rumah Markus Nari)