REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Musni Umar mengatakan, masyarakat harus dididik agar saling menghormati. Dia juga mengaku prihatin dengan berkembangnya ujaran kebencian di media sosial.
Dia menyebutkan tiga hal yang perlu dikaji ulang demi menurunkan ambang rasa sensitif masyarakat yang sedang tinggi.
Pertama, sindiran atau ujaran negatif adalah hal yang bertentangan dengan budaya sopan santun (ungguh-ungguh) yang turun temurun tertanam dalam diri masyarakat Indonesia. Kedua, Indonesia yang mayoritas adalah umat muslim yang memiliki ajaran untuk selalu berkata hal yang baik.
"Berkata yang baik termasuk menulis yang baik. Jika tidak bisa lebih baik diam," ujar Musni saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (2/6).
Ketiga, sila pertama dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengajarkan untuk selalu menghormati sesama, tidak menista atau menyampaikan hal yang dapat menyinggung perasaan pihak lain.
Sebaliknya, Musni mengingatkan agar mereka yang diperlakukan tidak baik secara lisan atau tulisan sebaiknya tidak membalas dengan cara yang tidak baik pula.
"Sangat mulia jika memaafkan. Kalau tidak bisa jangan membalas dengan intimidasi lebih baik dilaporkan ke polisi," tambah dia.
Menurut Musni, masyarakat harus dididik kembali tentang jati diri bangsa Indonesia yang dilihat telah luntur tergerus zaman. Budaya saling menghormati sesama adalah salah satu ajaran yang perlu ditanamkan kembali mengingat banyaknya perpecahan yang bermula dari rendahnya rasa saling menghormati.
"Kita harus dididik agar kembali kepada jati diri bangsa Indonesia yang menghormati sesama sebagaimana kita menghormati orang tua," ucap Musni yang juga rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.