REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti kajian strategis intelijen dari Universitas Indonesia Ridwan Habib menilai, persoalan terorisme yang terjadi di Indonesia harus segera ditangani dari akar-akarnya. Sebab, memberantas terorisme tidak bisa hanya sekadar di permukaan yakni dengan menangkap para terduga pelaku teroris.
Menurutnya, sumber dari terorisme tersebut yakni persoalan ideologi terorisme tersebut. Sebab, penangkapan masif pun tidak akan berdampak berarti tanpa memberantas pemahamannya.
"Kita harus menemukan apa center of gravity terorisme atau apa yang membuat terorisme sampai hari ini masih ada. Penangkapan itu bukan solusi, justru penangkapan itu pasti apalagi dilakukan secara represif bisa memicu semangat hiroh ikhwan-ikhwan untuk balas dendam," ujar Ridwan dalam diskusi polemik bertajuk 'Membedah Revisi UU Anti Terorisme' di Kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu (3/6).
Ia mencontohkan dari data yang ia himpun dari rilis Mabes Polri, jumlah penangkapan aparat terhadap pelaku terorisme semakin hari justru semakin meningkat. Namun durasi serangan teroris juga tetap ada.
Hal ini karena, penangkapan hingga penjara sekalipun ternyata tak mampu mematikan ideologi yang telah tertanam di pelaku teror tersebut. Bahkan kata Ridwan, banyak pelaku terorisme yang mengoordinasikan aksi teror dari balik jeruji besi.
"Ideologi yang melatarbelakangi aksi kekerasan dan terorisme itu sampai sekarang masih hidup bahkan dari penjara. Kita inget napi terorisme bisa nyerang lagi kayak di Bom Tamhrin. Terus bom Samarinda. Lalu bom Kampung Melayu ini katanya digambarkan menjalin kontak dengan Maman dari Nusakambangan," ujarnya.
Karenanya, masih terus berkembang ideologi tersebut bahkan dari penjara musti menjadi perhatian Pemerintah dan DPR. Di tengah semangat rancangan Revisi UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, ia berharap formulasi-formulasi yang diatur dalam Revisi UU memuat hal tersebut.
Selain itu, ia menilai pentingnya aparat dan Pemerintah memberi pemahaman kepada masyarakat atas upaya memberangus ideologi terorisme. Hal tersebut agar langkah aparat tidak digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab menyebarkan paham antipati terhadap perilaku teror. Sebab hal itu terjadi pascaaksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, di mana sebagian pihak menyebut bom bunuh diri sebagai bagian dari rekayasa.
"Ini kan jahat banget seperti ini yang harus dipertanyakan ke DPR kalau enggak diselesaikan ini akan menimbulkan konflik di akar rumput. Obrolan di warung Kopi ini sebagai pembenaran ada rekayasa. Karena apa yg dilakukan semua dinilai bahwa rekayasa," ujarnya.