REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Keputusan negara-negara Arab untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, pada Senin (5/6) waktu setempat, dapat meningkatkan tekanan kepada Hamas, organisasi pergerakan yang menguasai Jalur Gaza, Palestina. Pasalnya, Hamas yang merupakan saudara dari Ikhwanul Muslimin khawatir jika harus membayar harga rekonsiliasi masa depan Qatar-Arab. Terutama karena salah satu alasan utama negara-negara Teluk Arab itu memblokade Qatar karena dukungannya terhadap Ikhwanul Muslimin.
Kekhawatiran telah menyebar ke jajaran petinggi Hamas, belum lama berselang setelah gerakan tersebut menyaksikan perubahan dalam dukungan politik Qatar. Terlebih saat Doha secara resmi meminta Hamas untuk tidak menggunakan wilayahnya untuk melakukan kegiatan apapun terhadap Israel. Menurut sumber yang dikutip oleh Asharq Al–Awsat, Selasa (6/6), seorang pejabat Qatar mengatakan, kepada pimpinan Hamas agar mereka memahami perkembangan politik di wilayah tersebut.
Keputusan Qatar itu juga terjadi segera setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump melancarkan serangan ke Hamas. AS menggambarkan, Hamas sebagai kelompok teroris dan mengkritik semua pihak yang memberian dukungan maupun perlindungan terhadap organisasi teroris.
Sumber tersebut juga mengaku, permintaan semacam itu tidak mengejutkan bagi Hamas. Di mana pihaknya pernah mendapatkan permintaan serupa dari Turki, lebih dari satu tahun yang lalu. Ketika Israel melancarkan kampanyenya melawan detektif Hamas Saleh al-Arouri, yang menuduhnya melakukan operasi terhadap Israel dan Tepi Barat. Setelah kampanye tersebut, Turki meminta agar Al-Arouri meninggalkan wilayahnya.
Kini Al-Arouri yang baru saja terpilih sebagai anggota komite pembuatan kebijakan gerakan tersebut tinggal di Qatar. Masih belum jelas apakah ia akan kembali ke Doha setelah meninggalkan negara tersebut. Adapun menurut sumber dari Palestina dan Israel mengonfirmasi bahwa Al-Arouri dan pejabat lainnya Moussa Doudine, diusir dari Qatar. Namun, Hamas membantah informasi tersebut. Pihaknya juga memilih tidak berkomentar mengenai keputusan blokade tersebut.