Selasa 06 Jun 2017 21:10 WIB

BNPB Kembali Rilis Sandiwara Radio

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ratna Puspita
 Willem Rampangilei
Foto: MG ROL
Willem Rampangilei

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali merilis sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana" (ADB) episode 2 yang mulai siar pada 7 Juli 2017. BNPB memanfaatkan sandiwara radio ini untuk mengkampanyekan budaya sadar bencana secara luas kepada masyarakat.

Kepala BNPB Willem Rampangilei mengatakan ADB episode pertama telah mendulang sukses pada penyiaran tahun lalu. Sandiwara radio ini mencatatkan kesuksesan dengan 43 juta pendengar yang kala itu tersiar di 20 stasiun radio. Tingginya ketertarikan masyarakat mendorong BNPB untuk melanjutkan ADB episode 2 pada tahun ini.

Menurut Willem, BNPB memanfaatkan radio karena media ini berbiaya rendah sehingga tepat untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Radio juga sangat efektif memberikan informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana ketika alat komunikasi lain tidak berfungsi.

"Radio dapat digunakan sebagai penyambung hidup atau lifeline ketika krisis dan saat bencana terjadi,” kata Willem di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (6/6). 

Untuk siaran ADB episode kedua ini, BNPB bekerja sama dengan 80 stasiun radio, meliputi 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas. Kedelapan puluh stasiun tadi tersebar di 20 provinsi. 

Sutradara ADB Haryoko menjelaskan sandiwara radio pernah menjadi primadona di Indonesia pada era 1990an. Masyarakat dewasa ini mulai meninggalkan media radio seiring perkembangan televisi. 

“Televisi masuk dan sandiwara radio kurang diminati. Namun masyarakat di daerah masih membutuhkan hiburan melalui sarana radio,” ujar Haryoko.

Salah satu pengisi suara yang akrab di telinga pendengar ADB, Ferry Fadli, mengaku tertarik untuk mengisi suara pada ADB. Alasannya, sandiwara radio ini memiliki pesan untuk masyarakat, khususnya dalam konteks kebencanaan. 

Ferry menambahkan, sandiwara radio juga membuat orang kembali fokus mendengar. Sang pengisi suara karakter Jatmiko ini menuturkan, budaya mendengar dapat menciptakan imajinasi yang kreatif. 

"Kita sudah lama tidak fokus mendengar. Melalui sandiwara radio ini kita seperti diingatkan kembali supaya kita juga mendengar orang lain," ucap Ferry.

Pengamat Komunikasi Politik Effendi Gazali mengatakan, media radio memiliki keunggulan sendiri. Setiap individu bisa mengeksplorasi imajinasinya tentang karakter ataupun fisik tokoh dalam sandiwara radio tersebut. 

"Melalui siaran radio, pendengar memiliki 'hak cipta' sendiri (terhadap para tokoh dalam sandiwara radio)," kata Effendi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement