Rabu 07 Jun 2017 09:15 WIB

Dugaan Suap Tunjukkan Pengawasan Anggaran di Jatim Lemah

Rep: Wilda fizriyani & Binti Sholikah/ Red: Ratna Puspita
Petugas membawa Ketua Komisi B DPRD Jatim Mochamad Basuki (ketiga kiri) yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) masuk ke Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/6).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Petugas membawa Ketua Komisi B DPRD Jatim Mochamad Basuki (ketiga kiri) yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) masuk ke Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/6).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Forum Indonesia Untuk Transparansi Angaran (FITRA) Jawa Timur menyatakan, pengawasan penggunaan anggaran di lingkungan internal Pemerintah Provinsi Jawa Timur masih lemah. Hal ini menyusul kasus penangkapan tangan sejumlah pejabat di Jawa Timur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinator FITRA Jatim Dakelan mengatakan dugaan pemberian suap dari kepala dinas kepada Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur Mochamad Basuki memperlihatkan pengelolaan anggaran daerah di Jatim belum bebas dari praktik korupsi. 

FITRA Jatim pun mendorong Gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk menggunakan e-budgeting untuk meminimalisasi kebocoran anggaran yang dikelola oleh dinas-dinas (OPD) permprov Jatim.

"Tujuannya, demi memudahkan kontrol dan menutup ruang penyalahgunaan anggaran oleh pejabat terkait seperti untuk memberikan upeti kepada DPRD," kata Dakelan melalui keterangan pers yang diterima Republika, Selasa (7/6).

Dakelan juga menyarankan pemerintah pusat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan KPK merumuskan metodologi audit keuangan yang efektif mencegah korupsi. 

Provinsi Jawa Timur memperolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam audit keuangannya namun pejabatnya justru terjerat dugaan suap. Ini menunjukkan opini WTP tidak memperlihatkan praktik bebas korupsi. 

FITRA Jatim juga berharap pemerintah bisa menghilangkan logika bahwa opini WTP tidak menjamin bebas korupsi. "Lalu mengubahnya dengan WTP memang jaminan pemerintahan tidak korupsi," kata Dakelan.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan Pemrov sudah menerapkan sistem pemerintahan yang bersih dan baik selama ini. Status laporan keuangan Pemprov Jatim yang wajar tanpa pengecualian (WTP) menunjukkan administrasi keuangan di Pemprov sudah baik. 

Kasus dugaan suap yang menjerat empat kepala dinasnya tidak termasuk dalam ranah administrasi yang baik. "Tapi disebut fraud, yang tidak bisa dikontrol oleh adminstrasi," kata dia. 

Dia menambahkan dugaan suap ini juga bukan berarti uangnya berasal dari kas negara. Pemprov Jatim sudah menerapkan e-budgetingsehingga memudahkan sistem untuk melakukan penelusuran atau tracking ketika ada kejanggalan. 

"Ini kami juga tidak tahu uang diambil dari mana. Kalau uang kas negara gampang (penelusurannya) sekarang dengan e-budgeting," ujar Soekarwo.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan menangkap tangan enam legislatif dan eksekutif di Jawa Timur pada Senin (5/6). Enam tersangka tersebut, yaitu Ketua Komisi B dari Fraksi Partai Gerindra Mochammad Basuki, Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Provinsi Jatim Bambang Heryanto, Kadis Peternakan Jatim Rohayati, staf DPRD Jatim Tingkat 1 Rahman Agung, staf DPRD Tingkat 1 Santoso, dan Anang Basuki Rahmat selaku ajudan Kadis Pertanian Bambang.

KPK juga mengamankan Rp 150 juta dalam operasi ini. Uang itu diduga merupakan bagian dari commitment fee sebesar Rp 600 juta yang dibayarkan oleh tiap dinas di Pemprov Jatim per tahun kepada DPRD Jatim. Pemberian ini terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan Provinsi Jatim tentang penggunaan anggaran tahun 2017.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement