REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyampaikan solidaritas untuk Palestina dan kebijakan luar negeri Indonesia untuk Palestina terkait dengan gerakannya untuk mendukung kemerdekaan atas Palestina.
"Okupasi militer Israel di Palestina masih berlangsung dan stagnan. Okupasi ini sesungguhnya sudah melampaui definisi dari okupasi itu sendiri. Militer Israel tidak hanya mengokupasi teritorial Palestina, namun juga membunuh para warga sipil, memisahkan anggota keluarga dan merusak fasilitas sipil," kata Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi Badan Pekerja Kontras, Puri Kencana Putri, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (7/6).
Puri Kencana Puri mengingatkan, Jalur Gaza hingga saat ini masih dikepung oleh militer Israel, serta Israel masih menggunakan kekuatan militer kepada warga sipil dengan mengatasnamakan keamanan.
Ia juga mengingatkan, pada tanggal 23 Desember 2016, resolusi PBB tahun 2016, Dewan Keamanan PBB menegaskan bahwa pengesahan dari penyelesaian konflik di Tepi Barat merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Namun, lanjutnya, setelah resolusi tersebut pemerintah Israel mengumumkan rencana untuk meluncurkan 6,000 pasukan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Dia juga mengemukakan bahwa berdasarkan laporan dari Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Palestina, seiring dengan pengumuman konstruksi penyelesaian yang melaporkan semakin banyaknya peristiwa pemusnahan pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
"Penyerangan tidak hanya terjadi terhadap warga sipil secara umum, organisasi HAM Palestina saat ini dilaporkan mengalami lingkungan kerja yang represif," katanya.
Badan-badan PBB telah mengeluarkan berbagai rekomendasi dan juga usaha penyelesaian untuk menghentikan perang dan okupasi di teritori Palestina. Di samping tekanan yang terus berulang dan blokade untuk dari komunitas internasional, keadaan terus memburuk.
"Terlebih lagi, stagnannya pergerakan dan situasi yang terjadi tidak hanya berasal dari militer Israel saja, namun juga dari pergerakan komunitas internasional terhadap situasi ini," paparnya.
Dia juga menyampaikan, organisasi masyarakat sipil di Indonesia harus melakukan gerakan solidaritas yang merekomendasikan para pembuat kebijakan untuk okupasi Israel di Palestina.
"Kontras pun ingin menegaskan bahwa konflik yang masih terjadi di teritori Palestina bukan hanya semata-mata mengenai konflik agama antara Yahudi dan Islam. Situasi ini merupakan tragedi kemanusiaan yang telah diabaikan secara implisit oleh komunitas internasional ketika situasi ini tidak membaik seiring dengan usaha penyelesaian yang juga menurun," ujarnya.
Puri juga mengatakan, okupasi militer Israel telah memenuhi unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Mahkamah Pidana Internasional pada Statuta Roma, namun tidak pernah ditindaklanjuti oleh komunitas internasional untuk mendorong proses hingga menuju ke peradilan.
Pemerintah yang menghormati hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi, dan secara serius menjunjung tinggi kewajiban atas pergerakan hak asasi manusia harus mendorong pemerintah Israel untuk patuh terhadap rekomendasi komunitas internasional dan hukum hak asasi manusia internasional.
"Komunitas internasional telah berada di bawah kewajiban untuk menghentikan okupasi Israel dan menahan Israel yang telah diduga menjadi pelaku dari kejahatan internasional serius untuk menjadi akuntabel. Ini merupakan waktu bagi komunitas internasional, termasuk Indonesia sebagai salah satu pemimpin untuk mendukung Palestina agar mengambil inovasi baru pada forum internasional untuk menghentikan kejahatan serius dan pelanggaran pada teritori Palestina," ucapnya.