REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) menolak gugatan atas keabsahan pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Mahkamah Agung. Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono berharap putusan hakim bisa menghentikan konflik di internal DPD.
Nono yang hadir mewakili Ketua DPD Oesman Sapta Odang, menilai apa yang diputusakan hakim adalah yang terbaik. Ia berharap semua pihak menghormati keputusan yang telah ditetapkan hakim.
"Kita sangat menghormati keputusan itu dan kita juga harap seluruh pihak termasuk teman-teman yang masih menuntus proses hukum itu dapat menghormati keputusan hakim. Saya kita ini sudah final," ujarnya di PTUN Jakarta Timur, Kamis (8/6).
Nono melanjutkan, putusan hakim adalah pengakuan sahnya kepemimpinan DPD RI saat ini. Dia juga menjelaskan, setelah dilantiknya OSO, DPD RI telah menjalankan tiga sidang paripurna, mengerjakan alat perlengkapan, dua kali masa reses, dan kegiatan studi banding ke luar negeri.
"Sayang sekali kalau teman teman masih diluar dan tidak bergabung. Mereka kan punya kewajiban juga. Arenanya itu di senayan, makanya masuklah ke arena," katanya.
Nono berharap, setelah putusan ini, kekisruhan di DPD RI dapat segera berakhir. Dia juga mengaku melihat dua indikator yang terjadi setelah pelantikan OSO. Pertama, mulai masuknya kembali beberapa anggota DPD RI yang sebelumnya menolak, pada saat sidang paripurna terakhir. Kedua, pada saat Bukber bersama presiden yang diadakan di rumah dinas Ketua DPR RI Setya Novanto, terlihat beberapa anggota yang sebelumnya kontra OSO ikut bergabung dalam buka bersama tersebut.
"Jadi tidak ada kubu-kubuan ya. hanya beberapa orang saja di luar dan tidak ada dualisme, hanya satu," ucapnya.
Nono juga membantah adanya kudeta pemerintahan yang terjadi di DPD RI. Menurutnya, ini (polemik) adalah proses politik yang biasa terjadi. Saat ini, kata dia, diperkirakan 95 persen anggota DPD RI telah kembali bekerja. Nono juga menghimbau kepada anggota lain untuk kembali bekerja dan menjalankan kewajibannya sebagai wakil daerah.
"Sudah waktunya kita bekerja bersama-sama dan yang bekerja sekarang di sidang paripurna juga sudah lebih dari 95 persen sudah bekerja normal. Yang sisa 5 persen ayo cepat bergabunglah. kita bekerja untuk daerah untuk rakyat," katanya.
Sebelumnya, keputusan yang dibacakan Ujang Abdullah sebagai Hakim Ketua sebagai pemimpin sidang, serta Tri Cahya Indra Permana dan Nelvy Christin sebagai Hakim Anggota memutuskan bahwa permohonan penggugat tidak diterima.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak diterima. Pemohon harus membayar denda sebesar Rp 136 ribu," ujar Hakim Ketua, Ujang Abdullah dalam sidang yang digelar di PTUN Jakarta Timur, Kamis (8/6).
Alasan ditolaknya permohonan penggugat, karena majlis hakim berkesimpulan bahwa formalitas para pemohon sebagai pemohon dianggap fiktif positif. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 53 tentang UU Administrasi Pemerintah tidak terpenuhi.
Hakim Anggota, Nelvy Christin menjelaskan, pasal 15 huruf a peraturan MA RI tahun 2015 disebutkan bahwa amar putusan penerimaan permohonan berbunyi permohonan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formal dan tidak memiliki legal standing.
"Sehingga tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut tentang pokok permohonan pemohon," kata Nelvy saat membacakan putusan.
Ditolaknya permohonan, juga lantaran formalitas permohonan yang diajukan GKR Hemas dan tim bersifat fiktif positif maka gugatan yang diajukan pun dianggap tidak memenuhi pasal 15 huruf a tentang peraturan MA tahun 2015.
Di akhir putusannya, majelis hakim mempersilakan kepada pihak pemohon untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) bila merasa dirugikan atas putusan tersebut.