Kamis 08 Jun 2017 16:58 WIB

Anggota DPR: Sosialisasi Pertukaran Data Nasabah Harus Masif

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Karyawati melayani nasabah di Banking Hall Bank Syariah Mandiri, Jakarta, Senin (5/6).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati melayani nasabah di Banking Hall Bank Syariah Mandiri, Jakarta, Senin (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parlemen mendesak pemerintah untuk lebih gencar lagi dalam melakukan sosialisasi atas kebijakan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang berlaku 2018 mendatang. Apalagi baru kemarin, Rabu (7/6), Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk merevisi batas saldo minimal yang dilaporkan oleh perbankan kepada otoritas pajak, dari sebelumnya Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar.

Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate menilai, pemerintah harus bisa menjelaskan secara rinci dasar pemikiran yang digunakan untuk memakai angka Rp 200 juta atau Rp 1 miliar sebagai batas pelaporan. Ia mengungkapkan, kebijakan yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, merupakan turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2017 untuk tujuan yang sama. Karena berbentuk Perppu, lanjut Johnny, maka DPR belum memutuskan untuk meloloskan atau tidak peningkatan kekuatan hukum aturan ini menjadi Undang-Undang (UU).

"Perppu-nya sendiri belum dibahas di DPR apakah akan disahkan UU atau tidak disetujui jadi UU," kata Johnny, di Jakarta, Kamis (8/6).

Parlemen, kata Johnny, memahami betul diterbitkannya aturan tentang pertukaran informasi keuangan tersebut. Ia menyebutkan, pertukaran informasi memang harus dilakukan agar Indonesia merasakan manfaat resiprokal atas berlakukan AEoI pada 2018 mendatang. Hanya saja, ia mempertanyakan berlakunya dua batasan yang berbeda antara nasabah Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI). Seperti diketahui, batasan saldo rekening yang berlaku untuk nasabah asing yakni 250 ribu dolar AS atau setara dengan Rp 3,3 miliar. Angka ini berbeda dengan batasan bagi nasabah Indonesia yakni Rp 1 miliar.

"Apa yang melatarbelakangi itu kenapa nggak sama? Kepentingannya apa? Pendataan. Administrasi susah. Kenapa ada perbedaan antara WNA dan WNI? Sosialisasi penting ke industri perbankan agar tak terjadi bias," ujar Johnny.

Ia meminta sosialisasi yang masif agar dunia usaha tidak merasa khawatir berlebihan lantaran tabungan mereka diintip otoritas pajak. Apalagi, kata dia, pemerintah baru saja menjalankan program pengampunan pajak. Johnny menilai bahwa ada potensi penarikan dana tunai dari rekening bank bila sosialisasi yang dilakukan tidak tepat sasaran.

"Apa yang justifikasi perbedaan, untuk memudahkan adminiatrasi dan tidak membuat kepanikan kita pehami itu. Kecuali dibedakan antara perorangan atau perusahaan," katanya.

Baca juga: Darmin: Saldo Wajib Lapor Diubah Tanggapi Respons Masyarakat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement