REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan merupakan bulan yang justru membuat umat Muslim lebih konsumtif. Mulai dari jajan takjil untuk buka puasa, menyiapkan menu sahur dan berbuka yang istimewa sampai membeli barang-barang yang serba baru untuk Lebaran. Belum lagi harus mengeluarkan THR bagi para pekerja di rumah, angpau untuk para keponakan dan lainnya.
Bagaimana triknya agar tidak terjebak perilaku konsumtif selama bulan Ramadhan? Pendiri Neptun PR, Dian Agustina Iskandar mengakui bahwa dirinya termasuk dalam orang yang berpola hidup konsumtif. Di tengah kesibukannya sebagai wanita karier juga memiliki banyak kegiatan sosial, membuatnya terpaksa tidak bisa menyiapkan menu untuk berbuka dan sahur setiap harinya. Ia mengandalkan jasa pembelian makanan secara daring. Dan, ia sadar betul bahwa ini bisa menguras kantongnya.
Walaupun begitu ia memiliki trik agar tidak terlalu konsumtif saat Ramadhan. "Konsumerisme budaya yang tidak bisa dihindari. Sebagai salah satu perempuan urban saya susah menghindari itu. Saya bagian dari budaya itu," ungkapnya dalam acara Ramadhan for Modern Women yang diselenggarakan oleh Galeries Lafayette dengan Chikita Rosemarie di Jakarta belum lama ini.
Yang pertama tentu saja lebih murah bila menyiapkan takjil, menu berbuka, juga menu sahur sendiri. Masak sendiri lebih sehat juga lebih murah. Jika membeli tentu saja lebih mahal, apalagi kalau belinya dari aplikasi bisa menjadi bertambah mahal. Belum lagi jika pakai kartu kredit, terkadang tagihannya membuat kaget. "Dengan mengurangi jajan di luar, bisa menghemat keuangan Anda," jelasnya yang juga pemilik zonaperempuan.com.
Selain menghemat anggaran, dengan masak sendiri bisa jadi lebih sehat. Karena kita tahu bahan yang digunakan untuk masak dan apa kandungan didalamnya.
Lalu bagaimana dengan banyaknya undangan buka puasa bersama? Menurut Dian sebaiknya buka puasa bersama tidak perlu di restoran. Di rumah juga bisa dengan sistem potluck, masing-masing orang yang ikut buka bersama membawa makanan.
Untuk baju Lebaran, menurut Dian hal ini memang sulit dihindari. Karena sudah menjadi tradisi yang melekat di masyarakat. Semua kembali pada diri masing-masing.
"Miliki batasan. Belanja baju anak-anak angkanya sekitar berapa. Atur bujet untuk masing-masing anak. Selain itu atur bujet untuk diri sendiri. Untuk keponakan dan lainnya. Ini supaya dana bisa terkontrol."
Selain itu, Dian mengingatkan agar kita tidak tergoda diskon. Jangan kalap ketika melihat diskon gede-gedean di mal. "Jadi perempuan agak susah hal-hal seperti itu tetap saja terpancing. Biasanya kalau model kayak gitu jangan lama-lama masuk mal. Semakin lama semakin menambah sakit dompet. Belanja sesuai kemampuan, jangan lihat merek," ujarnya.
Maulida Raviola, Co-Founder NGO Pamflet menambahkan di bulan Ramadhan anak muda terutama biasanya tidak jauh-jauh dari konsumerisme dan budaya pop. Ramadhan dimaknai dengan simbol belanja.