REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Ramadhan memberi arti tersendiri bagi ekspatrian Saudi, tidak cuma bagi mereka yang beragama Muslim tapi mereka yang non-Muslim. Dari hiasan warna-warni buka puasa hingga jam kerja yang berkurang, semua memberi kesan yang berbeda dan indah.
"Atmosfernya indah sekali," kata Rita Walsh, seorang dosen dari Universitas Irlandia yang berbasis di Jeddah, seperti dilansir dari Arab News, Jumat (9/6).
Jam kerja siang yang lebih pendek yang jam malam yang lebih lama, membuat suasana Jeddah lebih semarak dari biasanya. Pasar buka sampai dini hari, menjual makanan dan camilan tradisional. Ia pun kerap mengunjungi teman-teman Muslimnya untuk ikut berbuka puasa.
Tahun ini merupakan Ramadhan kedua bagi Walsh di Jeddah, sehingga tak ada kesulitan berarti dan semua sudah benar-benar disesuaikan. Bahkan, ia mengaku lebih suka Ramadhan karena berangkat lebih pagi dari biasanya, dan menyelesaikan pekerjaan lebih cepat.
Memberikan makanan kepada orang-orang di jalanan sekitar waktu buka puasa jadi pemandangan umum yang ditemui Walsh. Tapi, ini jadi salah satu aspek yang paling menarik Sebastian Farmborough, fotographer asal Inggris yang tinggal di Saudi.
"Anda melihat yang terbaik dari orang-orang selama Ramadhan, semua menyapamu di jalan, saya suka bagaimana orang menghentikan mobil untuk memberi makan ke penyapu jalan," ujar Farmborough.
Saya, lanjut Farmborough, malah sempat bertemu penyapu jalan yang menawarinya salah satu makanan berbuka yang didapatkan. Baginya, itu merupakan pengalaman yang benar-benar menyentuh, mengingat orang itu pasti lebih membutuhkan makanan darinya.
Salah satu yang mengherankan Farmborough, bagaimana kota menjadi sepi saat waktu berbuka puasa tiba. Perubahan waktu ini turut mengundang takjub Bernat Fabra Arbona, insinyur Spanyol yang berbasis di Jeddah.
Ia merasa, lalu lintas sangat sepi di pagi hari, berbeda jauh dengan hari-hari biasanya di jalanan Jeddah. Meski begitu, Arbona mengaku masih harus menyesuaikan diri dengan peraturan tidak boleh makan di tempat umum pada siang hari selama Ramadhan.
"Ini kebiasaan yang kami hormati dan kami mencoba untuk tidak minum atau makan di depan umat Islam," kata Arbona.