REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum tahun 1978, pelajar Muslim di Tanah Air menikmati liburan satu bulan penuh. Banyak cara bagi para pelajar untuk menghabiskan waktu libur 30 hari. Sajidin Anas (68 tahun), mengenang bagaimana dia yang kala itu masih berstatus sebagai pelajar di Desa Babadan, Indramayu, Jawa Barat, menikmati libur sekolah.
Untuk menghabiskan liburan puasa, pensiunan guru ini mengaku kerap menghabiskan waktu di alun-alun kota untuk menunggu Maghrib tiba. "Namanya dulu nyari Maghrib,"kata dia belum lama ini.
Dia berkisah, puasa kerap dilakukan bersama-sama kawan sepermainan dan sepengajian. Bukan hanya berbuka, ritual sahur pun dilakukan bersama-sama. Beragam makanan tradisional pun dibawa, khususnya kue poci. "Dulu sahur bareng di mushala Babadan. Masing-masing bawa bekal sendiri,"ujar dia, Rabu.
Salah seorang warga, Desa Karangmukti, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat, Yati Hadiati (53) juga mengenang libur Ramadhan dengan berbagai kegiatan di masjid. Menurut dia, Ramadhan sekarang tidak semeriah ketika zaman ia masih muda.
Pada tahun 70-an, warga menyambut Ramadhan dengan berbondong-bondong menyalakan obor. Apalagi, waktu itu belum ada aliran listrik di kampung tersebut. "Ramai dulu sebetulnya daripada sekarang," ujar Yati.
Meski suasana meriah tidak seperti dulu, kata Yati, berbagai kegiatan yang digelar oleh masyarakat tidak jauh berbeda dengan saat ini. Ibu rumah tangga yang lulus SD tahun 76 ini mengatakan, masjid-masjid akan selalu penuh oleh warga ketika Ramadhan. Di sana biasanya diselenggarakan kuliah tujuh menit sehabis shalat Subuh. Selain itu, ada berbagai lomba beduk yang diselenggarakan. "Sekarang sudah kurang," katanya menjelaskan.
Sebagaimana aktivitas pemuda di dareah lainnya ketika bulan Ramadhan di Tasikmalaya, kata Yati, banyak remaja kampung pada era 70-an berkeliling dengan menabuh angklung. Tujuannya untuk membangunkan orang santap sahur. Suasana seperti itu diakui Yati sudah mulai berkurang.
Kemudian, pada saat hari ke-25 Ramadhan, warga Tasikmalaya memiliki tradisi saling membagikan makanan ke tetangga. Makanan tersebut berupa nasi lengkap dengan lauknya. "Kalau di desa, sekarang masih ada. Tapi kalau di kota sudah jarang," ucap Wakil Kepala Sekolah SMK Al-Mansyuriah, Tasikmalaya, Jawa Barat ini.