REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY -- Empat negara di Jazirah Arab yang melakukan blokade ekonomi dan diplomatik terhadap Qatar pada Jumat (9/6) lalu merilis daftar pihak-pihak yang disinyalir terlibat terorisme. Langkah ini diyakini akan meningkatkan ancaman stabilitas di wilayah tersebut.
Dilansir the Guardian, Sabtu (10/6), Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Bahrain dalam pernyataan bersama menyebutkan ada 59 orang terlibat dalam terorisme, termasuk pemimpin spiritual Persaudaraan Musliim (IM). Ada pula 12 lembaga lain, termasuk yang didanai oleh Qatar.
Kepada BBC, Duta Besar UAE untuk Moskow, Omar Saif Ghobash, mengatakan blokade hanya akan dihentikan jika Qatar mengakhiri perlindungan terhadap teroris, termasuk IM dan Hamas. Ia menuntut media Qatar, Aljazeera, sepenuhnya berubah, tak lagi menjadi corong teroris.
Qatar menegaskan negara itu tidak mendanai ekstremisme. Kehadiran tokoh-tokoh pimpinan Hamas dan IM di Doha disebut sebagai bagian upaya pencapaian perdamaian di Timur Tengah.
Sementara itu Presiden AS Donald Trump mengundang pemimpin Qatar untuk datang ke negaranya dan membicarakan resolusi krisis diplomatic ini. Kasus ini dinilai sebagai yang terburuk di Semenanjung Arab selama 30 tahun terakhir.
Trump telah melakukan dua kali intervensi secara berturut-turut dalam beberapa hari terakhir. Ia mendesak adanya tindakan untuk melawan terorisme. “Presiden menawarkan bantuan untuk menjembatani perbedaan mereka, termasuk melalui rapat di Gedung Putih jika diperlukan,” kata perwakilan Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Trump juga mengajak Pangeran Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahayan, untuk bersatu dengan negara-negara Semenanjung Arab. Tapi, ia menekankan perlunya menghentikan pendanaan bagi kaum ekstremis radikal dan perlawanan terhadap terorisme.
Kamis lalu, menteri luar negeri Qatar mengatakan isolasi negara-negara Arab itu berbahaya bagi stabilitas wilayah Timur Tengah. Ia menegaskan tidak akan menyerah mempertahankan kemerdekaan kebijakan politik negara Qatar.
“Kami telah diisolasi karena kami sukses dan progresif. Kami adalah platform perdamaian, bukan terorisme. Perpecahan ini mengancam stabilitas seluruh wilayah,” kata Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.
Tekanan juga dirasakan oleh media Qatar, Aljazeera. Di Twitter, akun Aljazeera mengatakan adanya serangan siber skala besar di seluruh jaringan. Untuk alasan keamanan, stasiun televisi Qatar juga mengumumkan penutupan laman sementara akibat adanya upaya peretasan.